Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Panen Bagus, tapi Petani Merugi

TS/JI/CS/N-3
15/9/2020 04:45
Panen Bagus, tapi Petani Merugi
Petani memanen cabai rawit di persawahan desa Sidosari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (2/4) lalu.(ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

HAMPARAN tanaman cabai rawit merah yang berbuah banyak tidak membuat Anifatul Isnaeni, 30, senang. Petani di lingkungan Sroyo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, itu justru mengaku mengalami kerugian hingga Rp5 juta.

“Panen bagus, tapi harga jual cabai rawit merah merosot hanya diterima Rp5.000 per kilogram, dari harga bia­sanya Rp30 ribu,” ungkap Anifatul, kemarin.

Ia memiliki lahan cabai seluas 1.800 meter persegi. Anifatul memanen setiap empat hari sekali, dengan hasil sekali panen mencapai 80 kilogram. “Pandemi membuat harga jual cabai jatuh. Permintaan kurang.”

Keluhan serupa juga dilontarkan Yayan, 52, petani kubis di Desa Dawuhan, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes. Kubis hasil panennya dihargai hanya Rp300 per kilogram.

“Dalam kondisi normal, bia­sanya saya menjual Rp1.500-Rp2.000. Tahun ini, saya rugi banyak,” keluhnya.

Permintaan sayuran di masa pandemi turun tajam. Di sejumlah tempat penampungan sayur di Desa Dawuhan, stok sayur menumpuk dan tidak sedikit yang membusuk. “Kami terpaksa tetap memanen karena memang sudah waktunya dipanen,” tambah Yayan.

Di sisi lain, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Singa­perbangsa, Karawang, Jawa Barat, Muharam meminta pemerintah menggelar gerakan penggunaan pupuk organik. “Secara masif harus dilakukan untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia. Ketergantungan itu berdampak buruk. Saat pupuk subsidi dikurangi mendadak, pupuk jadi langka seperti saat ini.” (TS/JI/CS/N-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik