Kamis 23 April 2015, 00:00 WIB

Anyaman pun Bisa Ditukar Ayam atau Beras

MI/ARIES MUNANDAR | Nusantara
Anyaman pun Bisa Ditukar Ayam atau Beras

MI/ARIES MUNANDAR

 
MENGANYAM menjadi pekerjaaan sampingan warga Desa Pasir Mayang, seusai berkebun atau berladang. Mereka merangkai bilahan bambu menjadi berbagai produk kerajinan tangan. Aktivitas membuat perabotan rumah tangga dan perlengkapan kerja sehari-hari itu ditekuni para perempuan dewasa.

"Kami biasa menganyam setelah pulang dari menoreh (karet) atau berladang. Ibu-ibu di sini pandai menganyam," kata Yeni Muliani, 32, warga Desa Pasir Mayang, beberapa waktu lalu. Yeni tengah menyelesaikan sebuah bakul penyimpan beras dengan warna alami bambu dan variasi kelir merah muda. Yeni tidak lagi menggunakan getah jernang sebagai pewarna alami. Dia menggantinya dengan cat minyak lantaran tanaman sejenis rotan itu susah didapat.

"Pakai cat juga lebih praktis, tinggal sekali dikuas. Kalau pakai jernang, bahan anyamannya harus diwarnai satu-satu," jelas Yeni.

Berbeda dengan jernang, bambu masih mudah dijumpai di desa yang berada di Kecamatan Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat tersebut.

Bahan baku itu tersedia melimpah sehingga perajin tidak pernah kesulitan memperolehnya. Namun, potensi ekonomi kerakyatan itu belum digarap secara optimal.

Menganyam bagi warga Pasir Mayang tidak lebih dari hobi untuk mengisi waktu luang, atau meneruskan tradisi. Kegiatan itu belum bisa diandalkan sebagai penyumbang pendapatan tambahan, apalagi pemasukan utama keluarga. Produk tersebut kebanyakan hanya digunakan sendiri, atau paling banter dibarter dengan komoditas lain.

"Ayam saya baru menetas. Kalau kamu mau (setuju), anyamanmu saya bayar dengan anak-anak ayam itu," kata Sikunsin, 32, menirukan tawaran tetangganya.

Transaksi seperti itu bukan yang pertama bagi Sikunsin. Dia memiliki banyak ayam peliharaan dari hasil barteran dengan anyaman. Anyaman Sikunsin juga kerap dihargai dengan beras atau kebutuhan pokok lain.

Perajin baru bisa mendapat sedikit rupiah saat ada pameran di ibu kota kecamatan. Produk mereka laris manis dibeli pejabat dan pengunjung.

Namun, pameran kerajinan tidak setiap saat ada. "Kerajinan sulit dipasarkan karena belum ada penampung," ungkap Kepala Desa Pasir Mayang, Nurbitus Parto.

Dia menduga penyebabnya ialah buruknya infrastruktur dari desa mereka ke pusat distribusi di ibu kota kabupaten di Ketapang. Jarak sekitar 125 kilometer tersebut pun harus ditempuh selama 5 hingga 6 jam dengan kendaraan bermotor. Itu hanya berlaku saat musim kemarau. Bila musim hujan, jalanan jadi kubangan.

"Kalau musim hujan, jalan jadi kubangan lumpur, tidak bisa dilalui," ujar Nurbitus. (N-4)

Baca Juga

MGN/Hadi Wijaya.

Tasawuf Maqom Hakiki Mutlak Difatwakan Sesat, Raja Adil Menjawab

👤Hadi Wijaya 🕔Selasa 28 Maret 2023, 21:59 WIB
Di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan, muncul isu aliran sesat bernama Tasawuf Maqom Hakiki Mutlak yang dikembangkan oleh Rosidi alias...
Dok. OMG Kalbar

Workshop Kewirausahaan OMG Kalbar Dorong Milenial Peluang Usaha

👤Mediaindonesia.com 🕔Selasa 28 Maret 2023, 21:55 WIB
Koordinator Wilayah OMG Kalbar Steper Vijaye mengatakan workshop wirausaha berjalan dengan antusiasme tinggi dari para...
ANTARA/RAISAN AL FARISI

Japek Selatan Dibuka Saat Arus Balik

👤Reza Sunarya 🕔Selasa 28 Maret 2023, 21:28 WIB
Disiapkan ruas yang bisa dilalui untuk kendaraan golongan 1...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

Top Tags

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya