PEMERINTAH Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, mulai bertindak represif menangani maraknya praktik penimbunan BBM bersubsidi. Langkah represif tersebut terpaksa dilakukan pemerintah sebab, disinyalir praktik penimbunan BBM di Lembata menjadi biang mengularnya antrian BBM di Lembata lebih dari 6 bulan belakangan.
Bupati Lembata, Eliazer Yentji Sunur menegaskan, tidak ada kelangkaan BBM di Lembata, sebab pasokan BBM tetap dilakukan 20 kiloliter per hari. Sedangkan pihak transportir BBM, PT Hikam juga menegaskan hal senada. Bahkan, Transportir BBM itu meminta pemerintah segera menertibkan para pengecer yang sulit diatasi.
"Kami sudah coba berbagai cara mengatasi maraknya pengecer mengantri BBM Premium dan soal untuk dijual kembali dengan mencatat pelat nomor sepeda motor dan mobil yang masuk ke APMS. Jika ditemukan sabuah sepeda motor dua kali mengantri kami pasti suruh pulang. Tetapi para pengecer punya banyak cara untuk bisa mengantri berkali-kali. Kami minta pemeritah bisa menertibkan ulah parapengecer yang menimbulkan antrian berkepanjangan ini," ujar Direktur PT Hikam, Nurhayati, kepada Media Indonesia, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Markus Lela Udak, Kasatpol PP Kabupaten Lembata, menjelaskan, langkah represif pemerintah tersebut dilakukan dengan membentuk tim terpadu guna menyita penjualan BBM jenis premium yang di jual di 123 titik di dalam kota Lewoleba.
Tim terpadu yang dikoordinir Kasat Pol PP, Markus Lela Udak dibantu anggota kepolisian resort Lembata, TNI, Dinas Koperindag, Perhubungan kabupaten Lembata pun menggelar operasi sejak Sabtu (11/1/2020), menyisir seluruh pengecer BBM jenis Premium maupun solar di dalam kota. Operasi sita itu berlangsung hingga warga tak menjual lagi Premium maupun Solar, BBM yang di subsidi pemerintah.
“Hari pertama operasi terpadu ini kami berhasil sita 141 Botol Premium. Pada Hari Kedua kami sita 300 Liter BBM dari satu Penimbun. Kepada Para pengecer Premium yang barangnya disita Satpol PP itu, akan diminta untuk menandatangani surat pernytaan untuk tidak boleh menjual BBM subsidi lagi, kemudian barangnya dikembalikan untuk dikonsumsi sendiri, tidak untuk diperjual belikan,” ujar Kasatpol PP, Markus Lela Udak, Selasa (14/1).
Markus menyebutkan, dalam oeprasi terpadu itu pihanya menemukan ada bensin dicampur cairan detergen cair (mama lemon-Red). Yang bersangkutan sudah kami panggil dan periksa. Kalau berindikasi hukum kita limpahkan ke penegak hukum.
Penertiban ini menimbulkkan polemik di masyarakat. Protes keras dilancarkan para pengecer pada saat premiumnya disita petugas. Pol PP dituding tidak berhak melakukan Operasi Penertiban BBM karena alasan mengamankan Perintah Undang-Undang. Padahal Pol PP adalah penegak Perda.
"Kami minta Pol PP tunjukan Perda nomor berapa yang mengatur tentang penjualan BBM eceran yang ditegakan oleh Pol PP dalam kaitan tupoksinya sebagai penegak Perda,” demikian protes para pengecer saat petugas gabungan menyita BBM bersubsidi yang dijualnya.
Baca juga: Pemkab Tegaskan Keraton Agung Sejagat Resahkan Warga Purworejo
Namun Pol PP berdalih, penertiban Para pengecer BBM berubsidi jenis Premium dan Solar ini sudah sesuai UU Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan Gasa bumi. Kewenangan mengurus BBM itu masih melekat pada pemerintah tingkat pusat. Untuk mengendalikan BBM bersubsidi, sesungguhnya BPH Migas memiliki Nota kesepahaman bersama Kepolisian.
Tugas pemerintah Daerah memastikan BBM bersubsidi itu benar benar sampai kepada masyarakat yang benar benar membutuhkan.
“jadi ini kan berdasarkan Undang Undang, maka kita melakukan kerjasama antara kepolisian, TNI, Pol PP dan Instansi terkait. Karena ini berkaitan dengan Undang-undang maka kita libatkan polisi dan TNI. Kita lebih utamakan Ketertiban umum,” ujar Kasat Pol PP, Markus Lela Udak.
Disebutkan, pihaaknya mengoperasi BBM Bersubsidi yakni Premium dan solar. Pertalite dan dexlite boleh dijual tapi berdasarkan HET.
“dua Truk akan kami sita, ada indikasi kuat penimbunan. Praktek Ini menjadi salah satu faktor kelangkaan BBM. Ada 123 pengecer BBM. Kami tangkap satu pengecer pada hari kedua operasi saja ia menimbun sekitar 300 Liter Premium. Kalau rata-rata 123 pengecer dalam kota Lewoleba ini menimbun sekitar 50 liter saja, apa jadinya kita,” ujar Kasat Pol PP, Markus Lela Udak.
Sementara itu, anggota DPRD dari partai Nasdem, Kristoforus Ricam, mengatakan, pihaknya mendorong pemerintah untuk melakukan pembinaan kepada orang-orang yang secara sadar menjalankan bisnis BBM eceran. Ini Usaha perorangan yang akan diawasi Pertamina lewat agennya di sini. Ia datur pemda, pengendalian pemerintah.
“Pol PP tertibkan dasarnya apa. Anda tidak kasi ijin koq anda tertibkan. Tidak ada kekuasaan absolut dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Masyarakat perlu hidup, tapi pemerintah perlu beri pembinaan. Jangan sampai orang ramai-ramai berspekulasi, satu jual bensin, rami ramai jual bensin. Pemerintah identifikasi seluruh pengecer, disitu kita bisa deteksi siapa yang mau dan bisa jadi pengecer resmi. Pihak Lembaga keuangan bisa kasi pinjaman modal untuk beli mesin Pertamini, kemudian, agen ini bisa menyuplai ke pengecer resmi itu. Kenapa pengaturan minyak tanah itu bisa,” ujar Kristoforus Ricam. (OL-1)