Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SEBAGAI calon penyangga Ibu Kota baru, Pemerintah Kota Balikpapan menuntut Dana Bagi Hasil atau DBH paling tidak disamakan dengan Aceh dan Papua.
Permintaan itu disampaikan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, Jumat (6/9).
Ia menjelaskan alasannya DBH Kota Balikpapan dipangkas sampai 50% oleh Kementerian Keuangan. Padahal sebelum dipangkas, Balikpapan mendapat jatah DBH sebesar Rp1 triliun. Pemangkasan sebesar 50% itu dilakukan saat menurunnya produksi hasil migas.
Pada 2015, produksi hasil migas di pasar internasional anjlok sehingga pemerintah pusat memangkas perolehan DBH Balikpapan 50% atau menjadi Rp500 miliar.
"Formulanya untuk Kaltim, perolehan gas mendapat 30% dan hasil minyak sebesar 16,5%," ungkap Rizal.
Ia membandingkan dengan kebijakan pemerintah pusat yang memberikan formula pembagian migas lebih besar pada Papua dan Aceh. Masing-masing memperoleh komposisi 70% gas dan 30% minyak.
Rizal meminta kepada pemerintah pusat agar formula DBH Migas diubah atau setidaknya disamakan dengan besaran DBH di Papua dan Aceh.
"Harapan kita pada pusat agar provinsi Kaltim dan Balikpapan diperbaiki kompensasi DBH migasnya. DBH Migas kita sudah berpuluh tahun jomplang dengan Aceh dan Papua. Karena itu kita minta DBH lebih banyak, minimal disamakan," ungkapnya.
Dituntutnya kembali besaran DBH untuk Kaltim dan Balikpapan, sambung Rizal, karena Kaltim perlu persiapan dana untuk mendukung pembangunan di Ibu Kota baru.
Ia juga mengingatkan agar warga Kaltim khususnya masyarakat Balikpapan jangan sampai jadi penonton. Terlebih Kaltim memiliki sumber daya alam melimpah yang turut menyumbang pemasukan pusat.
"Dulu pada 1970-an perusahaan kayu berjaya, setelah itu migas dan tambang, sekarang wisata. Kita jangan jadi penonton di tempat SDA yang melimpah," ujarnya. (X-15)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved