Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Sabuk Hijau Menjaga Bandara Yogyakarta

Ardi Teristi/X-11
06/5/2019 08:25
Sabuk Hijau Menjaga Bandara Yogyakarta
BANDARA BARU: Petugas kebersihan bekerja dengan latar belakang pesawat Citilink yang terparkir di Yogyakarta International Airport (YIA), Ku(ANTARA/ANDREAS FITRI ATMOKO)

SEBUAH bangunan berdinding kaca berdiri megah di samping landasan pesawat terbang. Tidak begitu jauh dari bangunan itu membentang Samudra Hindia. Itulah sosok fisik dari Bandara Internasional Yogyakarta.

Bandara terbaru di Temon, Kulon Progo, ini akan segera melayani penumpang komersial untuk kali pertama dengan dibukanya rute Citilink dari Halim Perdanakusuma-Yogyakarta International Airport.

Namun, pro-kontra terhadap bandara ini menyeruak, misalnya soal tsunami karena bandara berada di pinggir laut.

Project Manager Pembangunan New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) PT Angkasa Pura I, Taochid Purnomo Hadi, mengatakan pembangunan YIA telah melalui tahapan matang. Mulai studi penentuan lokasi, desain, proses pembangunan, hingga mitigasi kebencanaan telah dilakukan bersama BNPB, BPBD Provinsi DIY, dan BPBD Kabupaten Kulon Progo.

"Kami sudah menghitung potensi bencana gempa bumi dan tsunami yang bisa disebabkan oleh pergerakan lempeng Indo-Australia di selatan Pulau Jawa," kata Taochid, Jumat (3/5).

Pihaknya juga telah menghimpun pendapat dari peneliti BPPT, BMKG, ITB, UGM, dan UI. Menurut mereka, potensi kekuatan gempa bumi akibat lempeng Indo-Australi ialah 8,5 SR.

Terkait mitigasi bencana, pihaknya mendapat masukan dari profesor pakar kebencanaan dari Jepang, yaitu untuk memilih kekuatan bangunan menghadapi gempa, yaitu 8,5 SR, 8,8 SR, dan 9,1 SR. Angkasa Pura pun lalu memutuskan untuk membuat bandara yang tahan menghadapi gempa 8,8 SR.

Dari permodelan, gempa 8,8 SR bisa menghasilkan tsunami berkecepatan 300-400 kilometer per jam. Tsunami diperkirakan sampai bandara 37 menit. Di sinilah pentingnya 'sabuk hijau' atau barisan pohon yang akan melindungi bandara dari terjangan tsunami dan ditambah dengan adanya bukit pasir.

Ketinggian tsunami saat sampai di bandara, jika tidak ada sabuk hijau, ialah 12 meter. "Dengan adanya sand dune dan green belt, ketinggian tsunami bisa berkurang dari 12 meter menjadi sekitar 9 meter," kata Taochid.

Ini sejalan dengan penuturan Kepala BNPB Letjen Doni Monardo beberapa waktu lalu soal pentingnya penanaman pohon untuk mitigasi bencana. Pohon yang cocok ditanam di pinggir pantai antara lain jenis cemara udang dan pule.

Di sisi lain, Bandara YIA juga memiliki bangunan pusat krisis seluas 4.000 meter persegi dengan daya tampung sekitar 1.000 orang. Tempat itu nantinya bisa menjadi pusat evakuasi jika terjadi tsunami. (Ardi Teristi/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya