Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Petani Tebu Dukung Kebijakan Gula Nasional

Bagus Suryo
10/3/2019 11:45
Petani Tebu Dukung Kebijakan Gula Nasional
Pabrik Gula Kebon Agung,Kabupaten Malang,Jawa Timur(MI/Bagus Suryo)

RIBUAN petani tebu tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) di Pabrik Gula Kebon Agung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menyatakan siap mendukung kebijakan pergulaan nasional dengan memacu produksi dalam negeri.

"Kami siap mendukung pemerintah, tapi tolong bantu kami untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan harga gula di atas Rp10.500 per kg," tegas Ketua Dewan Pimpinan Daerah APTRI Ir Dwi Irianto kepada Media Indonesia di Malang, Minggu (10/3).

Ia mengaku sudah menyampaikan langsung hal itu ke Presiden Joko Widodo, dan mendapat respons positif. Jokowi berpihak ke petani tebu nasional.

Untuk itu, kesejahteraan petani tebu harus ditingkatkan karena sekarang masih jauh dari harapan. Setidaknya setara dengan upah minimum kabupaten/kota di Malang Rp2,7 juta.

Ia mengungkapkan, petani yang menggiling tebunya di Pabrik Gula (PG) Kebonagung Malang sebanyak 3 ribu orang. Potensi luas lahan mencapai 21 ribu ha menghasilkan sebanyak 18,45 juta kuintal dari target 19 juta kuintal tebu. Pascagiling 2018, gula yang dihasilkan sekitar 140 ribu ton.

Pemerintah memang sudah banyak membantu di bidang pertanian, mulai bibit hingga peralatan mesin pertanian. Namun, tata niaga gula perlu dibenahi karena belum berpihak ke petani. Sebab, kebutuhan gula nasional masih dicukupi dari impor.

"Kebutuhan gula untuk konsumsi dan industri makanan minuman sekitar 5,5 juta ton per tahun. Adapun produksi nasional hanya 2,1 juta ton. Kita masih jauh dari swasembada gula," ujarnya.

 

Baca juga: Perbaiki Kinerja Pabrik Gula Dongkrak Produktivitas

 

Terkait hal itu, ia menawarkan solusi. Secepatnya harus ada program peremajaan tanaman, revitalisasi pabrik gula, memacu produksi dan membendung impor. Harga gula di petani harus di atas biaya pokok produksi Rp10.500 per kg agar petani untung dari sebelumnya tertekan di bawah Rp9 ribu per kg.

Menurutnya, potensi produksi tebu nasional bisa dipacu lebih tinggi minimal 1 ha bisa panen 100 ton tebu. 

"Rendemen kita rendah, hanya 7 kg hingga 8 kg per 100 kg tebu, masih kalah dengan Thailand dan India bisa 14 kg," ungkapnya.

Rendahnya rendemen bisa karena proses tebang angkut hingga proses giling di pabrik yang mesinnya peninggalan zaman Belanda. 

Selanjutnya, bagi hasil dengan PG juga harus diperbaiki setidaknya 75% hingga 80% milik petani. Bukannya seperti sekarang 66% petani dan 34% PG. Pengimpor juga didorong menyerap gula petani seharga Rp12 ribu per kg melalui skema substitusi. Hal itu dilakukan karena sisa stok pascagiling 2018 masih menumpuk di gudang mencapai 1,1 juta ton. 

Gula sebanyak itu tidak terserap oleh Bulog. Bulog hanya menyerap gula di PG milik BUMN dengan harga Rp9.700 per kg. Sedangkan gula di PG swasta dijual sendiri sehingga penutupan giling 2018 hanya mendapat harga Rp8.900 per kg di pasar. Pantauan harga gula terbaru di grosir Rp10.700 per kg, di pengecer Rp11 ribu per kg. (OL-3)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya