Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
PELAKSANAAN Nyepi tahun ini perlu dimaknai sebagai proses penyeimbangan otak kanan dan otak kiri agar melahirkan jiwa yang stabil. Hal itu diungkapkan Rektor Institut Hindu Dharma Indonesia Denpasar, Prof IGN Sudiana, kemarin.
"Dengan jiwa yang stabil akan lebih memudahkan dalam pengendalian diri, tidak mudah terpancing emosi, tidak gampang menyalahkan orang lain. Jadi, Nyepi ini sebagai olah spiritual yang baik," ujar Sudiana yang juga Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali.
Dikaitkan dengan suasana tahun politik dan tantangan sosial saat ini, lanjut Sudiana, kondisi jiwa yang stabil juga tidak mudah membuat manusia terombang-ambing.
Selain itu, makna Nyepi juga sebagai sarana memupuk budi pekerti sehingga di dalam diri tumbuh kesadaran sikap toleran dan persaudaraan yang sekaligus menciptakan kerukunan. "Bangsa yang majemuk perlu menumbuhkan toleransi kebersamaan dalam melaksanakan pembangunan," tambahnya.
Baca Juga: Majelis Agama di Bali Minta Internet Dimatikan Saat Nyepi
Dalam setiap momen Nyepi, hampir setiap banjar atau kelompok Sekaa Teruna (ST) membuat ogoh-ogoh. Di Kabupaten Badung, misalnya, ada 535 ST dari total 536 ST yang membuat ogoh-ogoh. Sebanyak 535 ST dari totalnya 536 ST yang membuat ogoh-ogoh.
Satu kelompok tidak membuat karena balai banjarnya sedang renovasi. Untuk pembuatan ogoh-ogoh, Pemkab Badung membantu Rp24 juta dipotong pajak 15% kepada tiap ST, sedangkan Dinas Kebudayaan menjadi juri untuk menilai ogoh-ogoh karya ratusan Sekaa Teruna.
Kepala Dinas Kebudayaan Badung, Ida Bagus Anom Bhasma, mengatakan pembuatan ogoh-ogoh ini harus bertampang seram karena simbol butha kala. Terbuat dari bahan ramah lingkungan, tidak mengandung pornografi, tidak SARA, dan tidak bermuatan politik. (RS/OL/LD/N-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved