PETANI di Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) tidak menikmati hasil panen padi pada periode Oktober-Maret tahun ini. Sebab, harga anjlok dan hasil panen mereka langsung diserap oleh tengkulak. Bulog yang bertugas menyerap dengan harga sesuai harga pembelian pemerintah (HPP) tidak bisa diharapkan, karena persyaratannya ketat.
Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Dintanbunhut) Banyumas Tjutjun Sunarti mengakui kalau sebetulnya hasil panenan cukup bagus. Karena berdasarkan pendataan yang dilakukan dinas, rata-rata hasil panenan per hektare (ha) berkisar antara 5,6 hingga 5,7 ton. "Meski hasilnya bagus, tetapi umumnya petani tidak dapat menikmati hasil panen, akibat harganya anjlok," Âujarnya, Jumat (17/4).
Menurut Tjutjun, harga umumnya di tingkat petani hanya berkisar antara Rp3.200 hingga Rp3.300 per kg. Harga tersebut sangat jauh di bawah HPP untuk gabah kering panen (GKP) yang mencapai Rp3.700 per kg. "Kami juga tidak dapat berbuat banyak, bagaimana agar petani dapat menikmati harga yang wajar. Namun, mau bagaimana lagi penyerapan yang dilakukan Bulog tidak maksimal dengan alasan adanya standar sesuai Inpres no 5 tahun 2015," katanya.
Dikatakannya, sampai sekarang panenan di Banyumas telah mencapai 60%-70% atau sekitar 22 ribu ha dari luasan total masa tanam 30 ribu ha. "Tetapi, hasil panenan lebih banyak terserap ke pasar atau langsung dibeli tengkulak. Hanya sebagian kecil yang terserap di Bulog Banyumas. Alasannya memang karena standar hasil panen tidak sesuai dengan standar, sementara Bulog Banyumas menerapkan seleksi ketat agar sesuai dengan Inpres pengadaan," ujar Tjtutjun.
Hasil panenan di Banyumas tidak hanya terserap di kabupaten setempat dan tetangganya saja, melainkan sampai ke Jawa Barat. "Sebab, banyak pedagang dari Jabar seperti Banjarpatroman, Ciamis hingga Tasikmalaya yang menyerbu panenan di Banyumas," tambahnya.
Sebelumnya, Humas Bulog Banyumas M Priyono mengakui kalau penyerapan memang agak lamban, sebab Bulog sangat selektif dalam melakukan penyerapan. "Kami berpedoman pada Inpres no 5 tahun 2015, sehingga baik gabah kering giling (GKG) atau beras yang masuk harus sesuai dengan standar. Jika tidak sesuai standar, maka Bulog akan menolaknya. Sehingga penyerapan memang lamban," jelasnya.
Menurut Priyono, sampai saat sekarang jumlah penyerapan yang masuk ke Gudang Bulog baru mencapai 1.000 ton. "Karena setiap harinya, pangan yang masuk baik GKG atau beras hanya berkisar 100 ton. Kami memang sangat selektif karena harus menyesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan," ujarnya. (Q-1)