BEBERAPA lelaki duduk berderet di bangku kayu mengelilingi meja besar yang berisi aneka makanan.
Mereka sedang menikmati teh panas dengan gula aren. Tidak ketinggalan saya pun ikut menikmati teh panas dipadu dengan gula aren, kemarin siang.
Itulah ciri khas Warung Djadoel yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman, Temanggung, Jawa Tengah.
Toples-toples kuno yang terbuat dari kaca tebal yang berisi makanan kering, kopi, hingga kerupuk berderet menghiasi warung tersebut.
Kemudian di meja tersedia tahu bacem, telur ceplok bebek, aneka gorengan, sayur tongkol, lele, sayur nangka, dan aneka masakan rumahan lain.
Ada pula jajanan khas Temanggung seperti klepon, pisang goreng, dan entho cotot.
Memang cukup istimewa Waroeng Djadoel ini bagi banyak pelanggan.
Saat ini warung itu dikelola Siti Sukastiah, generasi ketiga.
Menurut Siti, awal mulanya warung itu dikelola sang nenek yang merupakan generasi pertama.
"Warung kami satu-satunya warung makan pertama ada di Temanggung," terang Siti.
Tidak diketahui kapan ge-nerasi pertama pemilik wa-rung itu memulai.
Namun, neneknya mengelola warung itu hingga sekitar 1940-an.
Setelah itu, sejak zaman penjajahan Jepang hingga 1985 dikelola generasi kedua, Dulah Rujini, hingga usia 75 tahun.
Saat itu sudah ada penerus warung yang tak lain ialah anak Dulah sendiri, Siti Sukastiah, yang awalnya sebagai asisten dan kini menjadi pengelola warung.
"Saat saya membantu orangtua masih berusia belasan tahun," ujar Siti yang tahun ini genap berusia 62 tahun.
Dari ketiga generasi itu tidak pernah satu pun memberi nama warung tersebut.
Nama Waroeng Djadoel hadiah dari para pelanggan.
"Alasannya warungnya masih mempertahankan suasana zaman dulu. Masakan yang kami suguhkan pun tanpa menggunakan penyedap rasa. Semua diramu dengan resep lama dan teknik pengolahannya juga warisan turun-temurun," ungkapnya.
Rata-rata para pelanggan datang ke warung itu karena ingin bernostalgia.
Pelanggan-pelanggan itu datang dari Yogyakarta, Semarang, Jakarta, dan sekitar Temanggung.
Pada generasi pertama dan kedua, cara memasak makanan yang disajikan di wa-rung itu ialah menggunakan kayu bakar.
Akan tetapi, untuk saat ini sudah beralih menggunakan elpiji.
Hanya dalam memasak air pengelola warung ini menggunakan arang.
Alasannya, panas air yang dimasak bisa bertahan lebih lama.
Kekhasan warung itu ialah cita rasa teh dan kopi.
Teh tambi diberi gula aren, juga dengan kopi produksi Temanggung, sehingga terasa lebih nikmat.
Agus, pelanggan warung tersebut, mengaku cita rasa makanan tetap terjaga.
Namun, ada makanan yang mulai menghilang sejak generasi kedua, di antaranya wajik.