Selasa 12 September 2017, 19:58 WIB

Jawa, Bali, Nusa Tenggara Defisit Air Sejak 1995

Administrator | Nusantara
Jawa, Bali, Nusa Tenggara Defisit Air Sejak 1995

ANTARA FOTO/Risky Andrianto

 

KEKERINGAN yang melanda masyarakat di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara saat ini, sesungguhnya bukan sesuatu hal yang baru.

Sebab hampir setiap tahun kondisi tersebut berulang, bahkan saat musim kemarau normal seperti 2017. Apalagi terjadi saat kemarau panjang akibat pengaruh El Nino seperti 1997, 2002 dan 2015 yang menyebabkan kekeringan meluas.

Saat ini lebih dari 3,9 juta jiwa yang bermukim 2.726 desa di 715 kecamatan dan 105 kabupaten/kota di Jawa dan Nusa Tenggara mengalami kekeringan. Sebagian besar mereka mengalami kekeringan setiap tahunnya.

Defisit air dan kekeringan bukan hanya terjadi di Indonesia. Namun saat ini telah menjadi isu global. Satu dari empat orang di dunia kekurangan air minum dan satu dari tiga orang tidak mendapat sarana sanitasi yang layak (Bouwer, 2000).

"Menjelang 2025, sekitar 2,7 milyar orang atau sekitar sepertiga populasi dunia akan menghadapi kekurangan air dalam tingkat yang parah," ujar dosen Pascasarjana Prodi Studi Ilmu Lingkungan UI
Sutopo Purwo Nugroho dalam penjelasannya di Jakarta, Selasa (12/9).

Memang sudah sejak awal diprediksikan, bahwa pada abad 21 air akan menjadi isu besar dunia dan penyebab timbulnya konflik, jika tidak segera diatasi secara menyeluruh. Kondisi krisis air di dunia terus meningkat dalam tiga dekade terakhir. Sejak memasuki abad 21, krisis air terus berlangsung dengan laju peningkatan yang tidak dapat diperkirakan (Giordano et al., 2004).

Jika pada 1950-an hanya sedikit negara-negara yang menghadapi kekurangan air, hingga akhir 1990-an jumlah negara-negara yang mengalami defisit air meningkat dengan jumlah penduduk sekitar 300 juta jiwa (Gleick, 1999). Diperkirakan 2/3 penduduk dunia akan mengalami kekurangan air pada 2050 jika tidak segera ditanggulanginya.

"Oleh karena itu, perhatian terhadap perlunya peningkatan pengelolaan sumber daya air baik secara internasional maupun nasional telah semakin besar," tambah Sutopo.

Secara internasional telah disepakati prinsip-prinsip dasar pengelolaan terpadu sumber daya air (integrated water resources management), dan secara nasional pemerintah Indonesia telah mengadopsi kebijakan baru pengelolaan sumber daya air.

Jika pada mulanya air adalah masalah yang sederhana yaitu dari mana air itu datang dan bagaimana memanfaatkannya. Namun sekarang, air menjadi masalah yang jauh lebih rumit.

Bagaimana dengan Indonesia? Secara nasional, ketersediaan air masih mencukupi, bahkan sampai dengan proyeksi 2020 ketersediaan air masih mencukupi untuk pemenuhan seluruh kebutuhan air, seperti untuk kebutuhan rumah tangga, perkotaan, irigasi, industri dan lainnya. Namun secara per pulau, ketersediaan air yang ada sudah tidak mencukupi seluruh kebutuhan khususnya di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Studi neraca air yang dilakukan Kementerian PU pada 1995 menunjukkan bahwa, surplus air hanya terjadi pada musim hujan dengan durasi sekitar 5 bulan sedangkan pada musim kemarau telah terjadi defisit untuk selama 7 bulan. Artinya ketersediaan air sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan air bagi penduduk di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Hasil penelitian lain mengenai neraca air pada 2003, juga menunjukkan hasil yang sama. Dari total kebutuhan air di Pulau Jawa dan Bali sebesar 83,4 miliar meter kubik pada musim kemarau, hanya dapat dipenuhi sekitar 25,3 miliar kubik atau hanya sekitar 66%.

Studi yang dilakukan Bappenas pada 2007 juga menunjukkan hasil bahwa ketersediaan air yang ada sudah tidak mencukupi seluruh kebutuhan pada musim kemarau di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Sekitar 77% kabupaten/kota telah memiliki satu hingga delapan bulan defisit air dalam setahun.

Pada 2025 jumlah kabupaten defisit air meningkat hingga mencapai sekitar 78,4% dengan defisit berkisar mulai dari satu hingga dua belas bulan, atau defisit sepanjang tahun. Dari wilayah yang mengalami defisit tersebut, terdapat 38 kabupaten/kota atau sekitar 35% telah mengalami defisit tinggi.

Krisis air ini akan makin meningkat di masa mendatang. Bertambahnya jumlah penduduk otomatis kebutuhan air makin meningkat. Ironisnya kerusakan daerah aliran sungai, degradasi lingkungan, makin berkurangnya kawasan resapan air, tingginya tingkat pencemaran air, rendahnya budaya sadar lingkungan dan masalah lainnya juga menyebabkan pasokan air makin berkurang. Daya dukung lahan telah terlampaui sehingga pengelolaan sumber daya air menjadi lebih rumit.

Inilah yang menyebabkan kekeringan selalu berulang setiap tahun. Perlu upaya yang terpadu dan berkelanjutan untuk mengatasi hal ini. Kekeringan adalah resultan dari permasalahan lingkungan di bagian hulu dan hilirnya. Perlu solusi jangka pendek, menengah dan panjang.

Upaya jangka pendek saat ini adalah bagaimana memenuhi kebutuhan air saat musim kemarau hingga memasuki musim penghujan nanti. Upaya yang dilakukan pemerintah dan pemda adalah droping air bersih. Setiap tahun BPBD dibantu relawan, SKPD, PMI, NGO memberikan droping air bersih melalui tangki air. BNPB memberikan bantuan dana siap pakai bagi BPBD. Pembangunan bak penampungan air, embung, peningkatan pipanisasi dan sumur bor.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Pemda dan Kementerian ESDM sudah banyak membangun sumur bor, embung dan bak penampungan air. Bantuan BNPB untuk pembangunan sumur bor, embung dan bak penampungan air ternyata telah mampu mengurangi dampak kekeringan di berbagai daerah. Pembangunan konservasi tanah dan air melalui pemanenan hujan dengan sumur resapan, biopori, rorak dan lainnya telah banyak dilakukan.

Upaya jangka panjang juga dilakukan. Perlu peningkatan dan perbaikan kualitas lingkungan, reboisasi dan penghijauan, pengelolaan DAS terpadu, pembangunan bendung dan waduk, revitalisasi embung dan saluran irigasi, konservasi tanah dan air. Pemerintah saat ini terus menyelesaikan pembangunan bendungan denfan target pembangunan 65 bendungan selama 2015-2019. Di antara target sebanyak itu, tujuh bendungan sudah dirampungkan hingga akhir 2016.

Ketujuh bendungan itu adalah Bendungan Jatigede, Bendungan Bajulmati, Bendungan Nipah, Bendungan Titab, Bendungan Paya Seunara, dan Bendungan Teritib. Sementara itu, pada 2017 ditargetkan tambahan tiga bendungan selesai yaitu Bendungan Raknamo, Bendungan Tanju, dan Bendungan Marangkayu.

Hingga akhir 2019, pemerintah menargetkan pembangunan 29 bendungan selesai, sehingga, menambah tampungan air sebanyak 2 miliar meter kubik.

Konsistensi dan keberlanjutan upaya penanganan kekeringan melalui berbagai program dan kegiatan tersebut perlu didukung bersama. Perlu solusi permanen untuk mengatasi hal ini dengan gerakan bersama. Jika tidak kekeringan akan terus berulang setiap tahun. (OL-4)

Baca Juga

Polda Sumut

Polda Sumut Berhasil Bongkar Pabrik Narkoba, Dikendalikan dari Lapas

👤Apul Iskandar 🕔Rabu 04 Oktober 2023, 21:18 WIB
POLDA Sumut membongkar home industry pembuatan narkoba di Kecamatan Sei Tualang Raso, Kota Tanjung Balai, Sumatra...
Dok. MI

PTPN IV Sebut tak Berkaitan dengan Kasus Narkoba Oknum Sekuriti Kebun Sosa

👤Abdillah M. Marzuqi 🕔Rabu 04 Oktober 2023, 21:13 WIB
PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) telah menindaklanjuti informasi tindak pidana narkotika yang diduga melibatkan seorang berinisial JP,...
MI/Benny Bastiandy

Pj Gubernur Jawa Barat Ikut Bersih-Bersih Pantai Cibutun Sukabumi

👤Sugeng Sumariyadi 🕔Rabu 04 Oktober 2023, 20:22 WIB
SAMPAH di kawasan Pantai Cibutun, Desa Sangrawayang, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, mendapat perhatian Penjabat Gubernur Jawa...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

MI TV

Selengkapnya

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya