Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
PEMERINTAH belum akan membuka keran impor untuk menutupi kekurangan 100 ribu ton lebih kebutuhan industri tembakau dalam negeri, karena masih harus dilakukan pembahasan lagi serta memetakan terlebih dahulu varietas yang dibutuhkan.
"Masih harus dirapatkan terlebih dahulu, nanti kalau OK impor, maka baru dihitung," kata Tjahja Widayanti, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan kepada wartawan seusai berdialog dengan petani tembakau di Dusun Bage Gopong, Desa Pijot Utara, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Rabu (6/9).
Tjahja bersama Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang dan Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto secara bersama melakukan dialog dengan petani tembakau dalam upaya mendorong program kemitraan yang diprakarsai Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo).
Ketiga dirjen, sebelum melakukan diskusi dengan petani tembakau terlebih dahulu melakukan panen tembakau di lahan petani binaan perusahaan.
Senada dengan Tjahja, Bambang mengatakan, Ditjen Perkebunan Kementan juga telah mendorong industri untuk sebesar-besarnya memanfaatkan bahan baku lokal. Saat ini, ada 200 ribu ton untuk kebutuhan dalam negeri dan 100 ribu ton yang dibutuhkan dari luar negeri, meskipun kenyataannya bisa lebih banyak lagi yang diimpor.
Bambang mengatakan, pemerintah mendorong industri untuk membantu petani menghasilkan tembakau sesuai varietas yang diminta, supaya apa yang bisa diproduksi di dalam negeri tidak mesti harus diimpor, sehingga nanti yang diimpor tinggal menutupi kekurangannya.
"Kita tidak antiimpor, tetapi sekiranya apa yang bisa dihasilkan di dalam negeri kita tingkatkan produktivitas, dan kualitasnya sehingga tidak bergantung impor," katanya.
Sementara itu, Panggah menegaskan, jika impor tiba-tiba diberlakukan tanpa dibarengi upaya riil di lapangan, bisa jadi kontraproduktif dan memberikan kesulitan bagi industri.
"Saya kira ini yang harus kita lihat bersama-sama nanti, kalau gak ada progres baru impor," ujarnya.
Apalagi, sebutnya, impor itu mempunyai risiko tinggi, karena ada garansi yang fluktuasi, biaya pergudangan, asuransi, dan transportasi.
"Prinsip orang berbisnis kan kalau ada yang di dekat itu yang diambil, itu prinsip bisnis," kata Panggah.
Ketua Gaprindo, Muhaimin Moeftie, mengatakan, program kemitraan menjadi jembatan dalam upaya meningkatkan produktivitas dan kualitas produk petani nasional. Para petani mendapat bantuan dan akses pasar langsung kepada pelaku usaha.
"Sehingga nilai ekonomi yang diterima petani dapat maksimal, tanpa harus melalui perantara atau pedagang," kata Muhaimin.
Program kemitraan dengan petani lokal Lombok yang dijalankan Sampoerna dan Bentoel Group memayungi lebih dari 4.200 petani tembakau yang bekerja di atas area seluas sekitar 10 ribu hetare. Program kemitraan ini juga dilakukan di Rembang, Wonogiri, Malang, Jember, Blitar, dan Lumajang. Pengembangan petani tembakau di Lombok sudah dilakukan sejak 1972 lalu.
Bupati Lombok Timur, Ali bin Dahlan, mengatakan, tahun ini pihaknya akan membagi Rp17,2 miliar kepada petani tembakau dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT).
"Jumlah uang yang beredar dari petani tembakau di Lombok Timur setiap kali panen mencapai ratusan miliar," katanya. (OL-2).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved