Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Megathrust Mentawai Lepaskan Energi, Warga Panik

Yose Hendra
01/9/2017 18:06
Megathrust Mentawai Lepaskan Energi, Warga Panik
(ANTARA FOTO/Adwit B Pramono)

PERLAHAN-LAHAN, sisi megathrust Mentawai terus melepaskan energi. Kekhawatiran segmen Siberut menyimpan energi 8,9 skala Richter (SR) atau apa yang disebut megathrust, mulai tergerus, setidaknya kejadian gempa Jumat (1/9) dini hari dengan besaran 6 SR versi BMKG dan Magnitudo (M) 6,3 versi USGS.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melansir, gempa tersebut merupakan gempa tektonik yang berkekuatan M 6 pada kedalaman 59 kilometer.

Ini merupakan pemutakhiran data BMKG sekaligus menggugurkan rilis sebelumnya yang disampaikan, gempa berkuatan M 6,2 pada kedalaman 10 km.

Gempa yang terjadi pada pukul 00.06.54 WIB, berpusat di laut 57 km Timur Laut Muara Siberut, Kabupaten Kepulauan Mentawai.

"Dari hasil monitoring BMKG selama 1 jam 30 menit, tercatat satu kali gempa susulan dengan M 3,9. BMKG terus memonitor perkembangan gempabumi susulan dan hasilnya akan diinformasikan kepada masyarakat melalui media," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Mochammad Riyadi, saat dimintai konfirmasi, Jumat siang.

Dia menambahkan, ditinjau dari kedalaman hiposenternya, tampak bahwa gempa bumi ini termasuk dalam klasifikasi gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia, tepatnya di zona megathrust yang merupakan zona subduksi lempeng yang berada di Samudra Hindia, sebelah barat Sumatra.

Konvergensi kedua lempeng tersebut, terangnya, membentuk zona subduksi yang menjadi salah satu kawasan sumber gempa bumi yang sangat aktif di wilayah Sumatra.

"Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi ini dipenyesaran naik," sebutnya.

Megathrust menjadi istilah kegempaan untuk bagian dangkal atau patahan yang landai (di atas 60 km) dari batas antara lempeng yang menujam (lempeng samudra di Hindia) dan lempeng di atasnya (lempeng benua).

Istilah megathrust populer setelah adanya publikasi hasil penelitian doktoral Danny Hilman dan Prof Kerry Sieh sebagai pembimbingnya di California Institute of Technology. Karyanya yang muncul di Journal of Geophisical Research tentang NeoTectonics of Sumatra Fault pada 2000 dan Paleo Geodesy of The Sumatra Subduction Zone pada 2004 menjadi rujukan banyak ahli gempa tentang kegempaan di Sumatra.

Para ahli, seperti Sieh dan Danny, mengatakan, patahan tersebut jika bertumbukan bisa mengeluarkan energi 8,9 SR dan berpotensi tsunami. Potensi gempa 8,9 SR dikatakan merupakan sebuah siklus 200 tahunan gempa di Patahan Siberut.

Kawasan tersebut cukup sering melepaskan gempa. Berdasarkan data LIPI, gempa pernah terjadi di Siberut pada 1797 dengan kekuatan 8,4 SR. Lalu pada 1833 gempa di Pagai dengan kekuatan 9 SR.

Selain gempa besar tersebut, pada 1935, terjadi gempa dengan kekuatan 7,7 SR yang berpusat antara Siberut dan Nias. Lalu 2007, gempa di antara Perairan Sipora dan Painan dengan kekuatan 7,7 SR. Dan pada 2010, gempa 7,7 SR diikuti tsunami terjadi di Pagai.

Sementara gempa yang terjadi saat pergantian Agustus ke September 2017 sempat membuat sebagian warga di beberapa kota yang terpapar gerakan dan getarannya panik.

Berdasarkan hasil analisis tingkat guncangan (shakemap) dan informasi masyarakat, intensitas gempa bumi di Kepulauan Mentawai , Sumatra Barat, ialah II SIG BMKG (V MMI) di Padang, Painan, Pariaman, dan Kepulauan Mentawai. Sedangkan di wilayah Bukit Tinggi dan Padang Panjang II SIG-BMKG (IV MMI).

Untuk wilayah Limapuluh kota, Tanah Datar, Solok, Mukomuko, Bengkulu Utara II SIG-BMKG (II-III MMI), sedangkan di wilayah Kepahiang I SIG-BMKG (I-II MMI). Hal ini sesuai dengan laporan masyarakat yang diterima BMKG bahwa gempa bumi dirasakan cukup keras di daerah sekitar Kota Padang.

Hingga saat ini, belum ada laporan kerusakan. Namun, gempa ini membuat warga serba panik, dan terjadi aksi pembelian BBM dalam skala masif di Padang pascagempa.

Sementara wilayah terdekat gempa yakni Pulau Siberut, warga berhamburan, lalu sebagian besar melarikan diri ke tempat tinggi.

"Tadi malam ada beberapa warga menggungsi khususnya di Sikabaluan, Kecamatan Siberut Utara," ujar Bambang Sagurung, warga Sikabaluan, Siberut Utara.

Dia menjelaskan, beberapa warga yang sempat mengungsi pada malam usai gempa rata-rata yang masih memiliki pondok pengungsian di Tamairang yang jaraknya dari Sikabaluan 3,5 km.

"Warga lainnya memilih untuk bertahan di permukiman sambil bersiaga karena ada yang pondoknya di pengungsian yang rusak ditambah hujan usai gempa," sambungnya.

Di belahan lain Siberut, persisnya di Dusun Betaet, Desa Simalegi, Kecamatan Siberut Barat, yang berhubungan langsung dengan Samudra Hindia, Bambang mengatakan, warga langsung berlarian menuju perbukitan yang berjarak 1-2 km dari permukiman.

Hingga sore ini, bilang Bambang, warga sudah kembali ke rumah masing-masing, tetapi mereka lantas membersihkan kembali pondok-pondok pengungsian di perbukitan untuk berjaga-jaga.

"Bertahan di pengungsian tidak, tetapi masyarakat mulai membersihkan kembali pondok-pondok pengungsian mereka yang masih ada," tukas Bambang.

Aksi mengungsi masyarakat Siberut tentu saja wujud kekhawatiran yang didasari pengalaman didera gempa, kesaksian atas tsunami, dan kajian tentang megathrust sejauh ini.

Pasalnya, jika megathrust dengan kekuatan 8,9 SR terjadi, ada sekitar 534.000 lebih penduduk yang bermukim di zona merah pesisir barat Sumatra Barat terancam tsunami yang mungkin ditimbulkan. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya