Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
KASUS pembunuhan terhadap pengemudi taksi berbasis aplikasi di Palembang, Sumatra Selatan, ternyata tidak terkait dengan penolakan dari kelompok pengemudi taksi konvensional. Selasa (29/8), Polda Sumatra Selatan meringkus tiga dari lima pelakunya. "Motivasi mereka mengakhiri hidup korban Edward Limba, 35, semata-mata karena ekonomi. Pembunuhan itu berlatar belakang perampokan, bukan perselisihan antara pengemudi taksi daring dan konvensional," kata Kapolda Sumatra Selatan Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto. Ketiga pelaku ialah Ari Tri Sutrisno, 32, Aldo Putra Zainuddin, 32, dan Adi Putra Simamora, 27. Dua pelaku lain, I dan R, masih diburu petugas.
Edward Limba ditemukan sudah tidak bernyawa di kawasan perkebunan Balai Penelitian Sembawa di Kabupaten Banyuasin, Selasa (22/8). Sebelum tewas, korban diketahui sedang mengantarkan seorang penumpang dari Palembang ke Banyuasin. Pelaku merampas mobil korban. "Mobil korban sudah ditemukan di rumah salah seorang tersangka," sambung Kapolda. Dia mengakui, saat hendak ditangkap dua tersangka mencoba kabur sehingga mereka dilumpuhkan dengan tembakan di bagian kaki. Di Yogyakarta, dinas perhubungan provinsi meminta pengelola dan pengusaha taksi daring tetap mengurus aspek legalitas sesuai Peraturan Gubernur. "Meski 14 poin Peraturan Menteri Perhubungan dibatalkan Mahkamah Agung, tapi regulasi itu masih berlaku hingga November. Karena itu, taksi daring harus tetap mengurus legalitas sesuai prosedur," kata Kabid Angkutan Darat, Dinas Perhubungan DI Yogyakarta Agus Harry Triyono.
Ia mengatakan, sejumlah aspek legalitas yang harus dipenuhi taksi daring sesuai Pergub DIY di antaranya terkait dengan kewajiban berbadan hukum, kendaraan minimal berkapasitas 1.300 cc, dan STNK harus diubah dari STNK pribadi menjadi atas nama perusahaan.
Sampai saat ini, ujar Agus, masih banyak taksi daring yang belum mengurus perizinan dan ada pula yang masih dalam proses pengurusan perizinan. "Meski Permenhub dibatalkan, ada aturan yang tetap harus dipenuhi angkutan umum." Di sisi lain, kehadiran ojek daring di Kota Kediri, Jawa Timur, mulai menimbulkan antipati. Pengemudi ojek konvensional mengaku pendapatan mereka merosot tajam dengan kehadiran ojek daring. "Dulu, dalam sehari, satu pengemudi bisa narik hingga tujuh kali. Sekarang, karena banyaknya ojek daring, kami narik dua kali saja sudah bagus," kata Kastolani, koordinator ojek di Terminal Tamanan Kota Kediri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved