Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
ALUNAN lagu Myth dari Beach House menemani perjalanan Sello, 35, yang mengendarai sepeda motor menembus jalanan Jakarta Pusat.
Pagi itu sepanjang jalan dari arah Slipi Raya, Jakarta Barat, menuju Tanah Abang, Jakarta Pusat, padat dengan barisan mobil.
Seperti ular yang siap mematuk, mobil-mobil antre panjang menunggu giliran zig-zag untuk segera bisa melaju.
Telepon seluler Sello mendadak berdering.
Pria yang bekerja sebagai kurator itu mencari ruang untuk menepi.
Dia memilih trotoar yang tidak jauh dari Stasiun Tanah Abang.
"Teeettttt...." Hampir saja Sello disenggol mobil.
Penyebabnya dia tak bisa menemukan sela untuk menepi lantaran pinggiran jalan dipenuhi sepeda motor ojek daring.
"Saya kaget saat turun dari flyover, niatnya mau menepi, ternyata bahu jalan sudah dipenuhi motor ojek online. Ramai sekali seperti pasar. Saya hendak memacu kembali kendaraan dan saat itulah mobil dari belakang hampir menyeruduk motor saya."
Akhirnya Sello tidak jadi berhenti. Dia memutuskan menerima telepon dari kliennya sambil terus mengendarai sepeda motor.
"Memang berbahaya menerima telepon sambil tetap menjalankan sepeda motor. Tapi saat itu tak ada ruang buat berhenti," kilahnya.
Sugiman, 61, warga Jalan Sabang, juga sudah menahan rasa dongkol atas penguasaan trotoar dan bahu jalan oleh pengemudi ojek daring.
Pria manula itu setiap pagi mengisi waktu dengan jalan kaki melintasi trotoar Stasiun Tanah Abang.
"Saya biasa jalan pagi lewat jalur pedestrian ini. Setelah jalan sekitar 1 jam, saya istirahat sambil membaca koran. Nah, saat itulah berdatangan ojek-ojek online. Mereka parkir memenuhi jalur pedestrian. Saya tidak mengerti apakah diperbolehkan jalur pedestrian jadi pangkalan ojek? Saya sering pindah ke tempat lain karena mereka menguasai tempat duduk," cetus Sugiman.
Menurutnya, jumlah pengemudi ojek daring yang mangkal di sejumlah titik telah mengganggu bahkan menghambat kelancaran lalu lintas yang padat.
"Apa tidak ada aturan bagi mereka agar tidak mangkal sembarangan. Jalanan sudah madat, ditambah kendaraan mereka di bahu jalan, pejalan kaki ramai, benar-benar jadi semrawut," imbuh Sugiman.
Terkait dengan keluhan warga, pengemudi ojek online Hantoro menyatakan tidak ada larangan untuk berkumpul atau menunggu penumpang di trotoar.
"Setahu saya tidak ada larangan asal tidak menganggu pengguna jalan lain," ujarnya.
Hantoro mengaku senang mangkal di trotoar dekat Stasiun Tanah Abang karena penumpang sudah memesan sebelum turun dari kereta sehingga posisinya memang menunggu.
"Kalau yang pesan satu, ya cuma satu ojek yang menunggu. Namanya stasiun kan banyak orang turun dari kereta dan hendak melanjutkan perjalanan. Itu yang membuat ojek jadi ramai," lanjutnya. (Sri Utami/J-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved