Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
“SALAM sejahtera. Bapak, terima kasih atas 14 tahun ini telah merawat dan terima kasih bapak atas apa yang engkau ajarkan. Dan juga ibu, terima kasih telah merawat saya dan mengajarkan apa itu etika dan tata krama. Terima kasih telah memberikan sebuah pendidikan dan juga mamatua (paman) yang telah memberikan pendidikan dalam bidang permainan.
Dan terima kasih atas Selli yang telah memberikan pelajaran tentang kesabaran. Tetapi dalam hal itu saya berterima kasih atas segalanya. Tetapi saya (Ekin) akan pergi ke rumah Tuhan. Saya akan meninggalkan segala keinginan duniawi karena bapa di surga telah memilih saya dan saya telah menyerahkan diri saya kepada bapa di surga seperti firman (bukan kamu memilih aku, tetapi aku memilih kamu) karena tuhan telah memilih aku dari jutaan orang dan mohon maaf.
''Saya pergi ke rumah ini dan siapa yang memulai dialah yang mengakhiri dan saya yang menjalani hidup saya dan sebab tuhan yang menunjukkan apa yang saya yakini. Dan tuhan beserta ku sekalipun aku jalan dalam lembah kekelaman. ALLAH memilih saya. Jangan karena hal ini kalian akan semakin jauh dengan bapa di surga.”
Itu penggalan isi surat yang ditulis Ekin Suratotonta Bangun, 14, yang meninggalkan rumahnya di Kampung Sawah, RT 003/012, Desa Leuwiliang, Kecamatan Leuwliang, bagian barat Kabupaten Bogor. Surat itu membuat kedua orangtuanya shocked.
Suratnya ditulis di kertas sobekan buku tulis dengan tinta biru. Ada dua lembar.
Orangtuanya mengenali itu tulisan asli Ekin. Ciri khasnya, ada salam dan diakhiri dengan ucapan terima kasih serta dibubuhi tanda tangan lengkap dengan namanya Ekin Bangun. “Saya hafal tulisannya,” ujar Teger Bangu, ayahanda Ekin, kemarin.
Teger sudah melaporkan hilangnya Ekin ke polisi pada Rabu (1 /3). Kisah pilu berawal pada Selasa (28/2) sekitar pukul 18.00 WIB. Sekeluarga pergi ke gereja. Namun, Ekin tidak ikut. “Saat itu kami bertiga (adiknya Ekin) pergi ke gereja, ada penghiburan karena ada yang meninggal. Ekin tidak mau ikut,” kata Teger.
Saat itu Teger tidak curiga. Mereka tiba di rumah sekitar pukul 23.30 WIB. Kondisi rumah kosong. Ekin tidak ada. Seluruh rumah ditelusuri, teman-teman Ekin dihubungi, tapi tidak ada yang mengetahui keberadaan Ekin. Ketika ke kamarnya, surat itu ditemukan.
Sebelumnya, Teger merasa aneh atas perilaku anaknya yang di luar kebiasaan. Begitu juga setelah ditanyakan ke teman sekolah, teman gereja, dan pihak sekolahnya.
“Akhir-akhir ini dia belajar keagamaan dengan searching di internet mencari tempat ke surga. Dia juga sempat menyuruh teman-temannya untuk mencari tahu tempat ke surga,” kisahnya.
Kebiasaan Ekin, jelas Teger, ialah pulang sekolah tidur hingga pukul 16.00-17.00 WIB. Lalu ia berinternet sampai pukul 18.00 WIB. Setelah beristirahat, pukul 19.00 WIB, ia belajar sampai pukul 21.00 WIB dan diteruskan main internet hingga malam. “Anak saya dua. Dia anak pertama,” tandasnya. (Dede Susianti/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved