Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Mafia Cabai rawit Merah Diungkap

MI
04/3/2017 11:12
Mafia Cabai rawit Merah Diungkap
(MI/Arya Manggala)

GEJOLAK harga cabai dimanfaatkan pengepul untuk mengambil keuntungan sesaat. Dua pengepul cabai rawit merah ditangkap Badan Reserse Kriminal Polri. Mereka seharusnya menyalurkan cabai ke Pasar Induk, tapi malah menjualnya kepada pihak perusahaan dan agen dengan harga tinggi.

Kedua tersangka ialah SJN dan SNO yang berdomisili di Surakarta, Jawa Tengah. Kepala Subdirektorat Industri dan Perdagangan Bareskrim Polri Komisaris Besar Hengki Haryadi mengatakan pelaku mengambil untung dengan dua modus.

Pertama, puluhan ton cabai rawit merah yang harusnya didistribusikan ke pasar induk justru dijual ke perusahaan-perusahaan dengan harga Rp181 ribu per kilogram. Padahal, mereka membeli cabai rawit merah dari petani dengan harga Rp10 ribu per kilogram.

Semestinya harga acuan cabai rawit merah yang dijual ke tingkat konsumen ialah Rp29 ribu per kilogram. Itu berdasarkan Permendag Nomor 63 Tahun 2016.

Penyidik menduga ada enam perusahaan yang terlibat. Namun, Hengki enggan menyebutkan nama-nama per-usahaan itu. Yang jelas, perusahaan itu beroperasi di Jakarta dan sekitarnya.

Penyidik juga telah melakukan penelusuran di sejumlah daerah di kawasan Jawa Timur yang menjadi sentra produksi cabai. Selanjutnya diketahui pengiriman cabai itu berbelok dari para pengepul ke perusahaan, bukan ke pasar induk. Akibatnya, stok terbatas di pasar induk yang menjadi barometer harga pasar melonjak.

“Dari penyidikan 50 ton harus ke Pasar Induk, 80% berkurang, lari ke beberapa perusahaan,” tutur Hengki.

Diserap pabrik
Para pemilik perusahaan, lanjutnya, biasanya mendapatkan cabai impor. Namun, mereka beralih kepada cabai produksi dalam negeri karena cabai impor biasanya memiliki bau langu. “Yang biasanya mereka (perusahaan) impor, mereka tidak puas yang impor ini karena ada baunya langu sehingga mereka mengambil cabai yang ada di petani Indonesia. Ibarat vacum cleaner ini larinya ke sini semua,” kata dia.

Modus lainnya, pelaku bersepakat dengan petani untuk menjual cabai ke pengepul dengan skala yang besar. Kemudian, keuntungannya dibagi dua. “Kalau ke pedagang ini tidak beli, tapi barang (cabai) dibawa ke Jakarta kemudian keuntungan berapa dibagi dua, kalau rugi juga dibagi dua,” jelasnya.

Hengki mengatakan penin-dakan berdasarkan laporan masyarakat yang mengeluhkan harga cabai tidak kunjung turun. Kendati sempat turun di Rp70 ribu, harga itu masih terbilang mahal dari harga seharusnya. Pihaknya menduga ada sembilan orang yang terkait kasus ini.

Direktur Penindakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Gopprera Panggabean mengatakan pihaknya juga melakukan investigasi terhadap temuan praktik monopoli cabai. Pihaknya juga tengah mendalami penemuan dari pihak kepolisian itu. Pasalnya, ada juga pengepul yang memasok cabai kepada segelintir pedagang besar di pasar induk.

Kemudian para pedagang ini menjual kepada para agen dengan harga yang sama mahalnya. “Jadi kita lihat hasil identifikasi kita, peralihan stok dari pengepul ke perusahaan-perusahaan itu dimonitor, tapi ini kita temukan fakta juga di pasar, agen itu mendapatkan harga yang sama (mahal).” (Nic/J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya