Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Reklamasi Jakarta Tuai Komentar Positif

Agus Utantoro
26/1/2017 08:38
Reklamasi Jakarta Tuai Komentar Positif
(MI/RAMDANI)

REKLAMASI Jakarta mendapat banyak komentar. Dari hasil riset yang dilakukan Center for Digital Society (CFDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta selama 2016, isu tentang reklamasi Jakarta mendapat tren komentar positif tertinggi dari netizen.

Hal itu diungkapkan Manajer Riset CFDS UGM Viasa Rahyaput­ra di Kampus UGM, kemarin. Metodologi riset menggunakan random sampling sepanjang 2016 terhadap komentar netizen di media sosial (Facebook dan Twitter) serta empat media massa daring.

“Semula kami mengira reklamasi Jakarta mendapatkan banyak sentimen negatif dari netizen, ternyata malah sebaliknya,” kata dia.

Isu tentang reklamasi Jakarta banyak mendapat sentimen positif berdasarkan komentar-komentar netizen terhadap pemberitaan khususnya saat awal hingga pertengah­an 2016 atau sebelum proyek dipermasalahkan.

Para peneliti CFDS UGM bahkan menelusuri satu per satu profil netizen yang berkomentar untuk mendapatkan hasil objektif.

“Kami juga menyingkirkan komentar dari akun-akun yang kami indikasikan sebagai buzzer-buzzer calon kepala daerah tertentu dan hasilnya angkanya tetap demikian,” kata dia.

Berdasarkan sampel komentar yang dihimpun dari Facebook dan Twitter ataupun portal media, isu pilkada DKI Jakarta paling banyak diperbincangkan mencapai 936 kali komentar, diikuti reklamasi Jakarta 931 kali, amnesti pajak 366 kali, mudik Lebaran 273 kali, dan vaksin palsu 163 kali komentar.

Dari sampel itu, agregat total sentimen terhadap isu reklamasi Jakarta mencapai angka 80 sentimen positif, pilkada DKI 8 sentimen positif, amnesti pajak 3 sentimen negatif, mudik Lebaran 12 sentimen negatif, dan vaksin palsu 17 sentimen negatif.

Sudah diantisipasi
Secara terpisah, pemerhati pembangunan kota Rudy Tambunan mengatakan, sekalipun ada kekhawatiran dari beberapa pihak, pengembangan kawasan pantura Jakarta sudah diantisipasi dalam pe­rencanaan. Upaya mitigasi sudah ada dalam Perda No 8 Tahun 1995.

Semua yang tercantum dalam Perda 8/1995 masuk RTRW Jakarta 2030 dan tercantum juga dalam kawasan pantura yang sedang dibahas di DPR.

“Jadi, mitigasi-mitigasi ini sudah dipersyaratkan, dengan teknologi yang sekarang untuk modelingnya tidak begitu rumit lagi. Beda kalau melakukan modeling di 2000 dulu,” ujarnya.

Lebih jauh dosen Universitas Indonesia itu mengatakan 40% topografi Jakarta lebih rendah daripada laut. Belanda mengetahui hal itu. Itulah sebabnya dulu Belanda membangun Jakarta di darat. “Namun, begitu kita merdeka, Gubernur DKI Ali Sadikin berhasil membangun Pluit. Itu menjadi contoh dulu bahwa rawa pun bisa dibangun.”

Mengenai belum semua pihak menerima pentingnya reklamasi, menurut Rudy, itu perlu terus dikomunikasikan bahwa reklamasi pantura merupakan program pemerintah. Karena biayanya sangat besar, pemerintah mengundang dunia usaha menjadi mitra dengan pendekatan public-private partnership. Ada perjanjian kerja dan dalam perjanjian itu sudah ditentukan siapa berbuat apa.

“Pihak swasta melakukan apa yang menjadi kewajibannya, sedangkan kewajiban pemerintah antara lain membakukan rencana tata ruang.”

Rudy menambahkan mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim pernah mengatakan, untuk land provision atau penyediaan lahan masa depan, reklamasi menjadi keniscayaan.

“Karena pantura Jakarta masih mengalami penurunan, reklamasinya harus mempertimbangkan semua syarat yang berlaku,” jelas Rudy. (J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya