Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Jalur Merah Hambat Laju Kontainer

06/7/2015 00:00
Jalur Merah Hambat Laju Kontainer
(ANTARA/Widodo S. Jusuf)
DWELLING time atau waktu tunggu kontainer di pelabuhan kembali mendapat sorotan. Kali ini, Presiden Joko Widodo atau yang biasa dipanggil Jokowi yang mempersoalkan dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Sebagai barometer pelabuhan di Tanah Air, Pelabuhan Tanjung Priok diharapkan memberikan contoh kinerja dan pelayanan cemerlang kepada pelabuhan-pelabuhan lain. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Kontainer berisi barang impor tertahan di pelabuhan tersebut hingga 21 hari.

Kepadatan terminal pelabuhan pun menjadi penyebab lain. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ernovian G Ismi menjelaskan daya tampung Pelabuhan Tanjung Priok sangat overcrowded.

Menurutnya, pemerintah tidak bisa lagi mengharapkan Tanjung Priok untuk menambah lahan baru sebagai gudang kargo. Pemerintah sebaiknya membangun dryfort di areal industri. Jadi, barang-barang yang dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok bisa langsung dibawa ke dryfort untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan kepabeanan.

Pada Selasa (30/6), Media Indonesia menemui lima orang importir yang bersedia berbagi informasi tentang proses pengeluaran barang di Pelabuhan Tanjung Priok. Para importir tersebut meminta identitas mereka disamarkan agar bisnis mereka tidak dipersulit di kemudian hari.

Salah seorang importir menuturkan, kontainer-kontainer yang tertahan lama di pelabuhan sebenarnya milik importir yang masuk dalam daftar jalur merah.

Bea dan Cukai mengklasifikasikan para importir dalam tiga kategori, yakni importir jalur prioritas, jalur hijau, dan jalur merah. Menurut dia, importir di jalur prioritas biasanya tidak mengalami persoalan. Begitu barang yang mereka impor tiba di pelabuhan, bisa langsung dibawa keluar, ungkapnya.

Untuk importir jalur hijau, lanjutnya, petugas Bea dan Cukai hanya memeriksa dokumen impor dan tidak memeriksa keadaan fisik barang. Biasanya, dalam dua atau tiga hari, barang-barang milik importir jalur hijau sudah bisa dibawa keluar pelabuhan.

Importir jalur prioritas dan importir jalur hijau tidak berkontribusi menyumbang persoalan dwelling time, tukasnya.

Menurut rekannya, dwelling time yang memakan waktu hingga 21 hari disumbang oleh barang milik importir jalur merah. Kontainer milik importir jalur merah, lanjutnya, sulit keluar dengan cepat karena proses birokrasi pabean yang rumit dan berbelit.

Kalau kami disalahkan pemerintah karena malas mengurus pengeluaran barang dari pelabuhan, saya tegaskan salah besar. Justru kami perlu barang-barang kami cepat keluar agar bisa segera kami lempar ke pasar dan kami tidak perlu membayar tambahan biaya penumpukan. Memangnya biaya pe­numpukan itu tidak mahal, kata dia.

Menurut dia, salah satu kendala bagi importir ialah pemeriksaan dokumen oleh pejabat fungsional pemeriksa dokumen (PFPD). Kalau sudah berhadapan dengan PFPD, kami pasti lemas. Ada saja kekurang­an yang mereka temukan, tuturnya.

Menurut fungsinya, PFPD bertugas memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen impor serta berwenang mengenakan denda. Bagi importir, berhadapan dengan PFPD bagaikan mendapat buah simalakama.

Kalau diikuti, biaya pengurusan akan membengkak karena tak jarang jumlah denda yang dikenakan tidak masuk akal. Tapi kalau kami melawan dan mengajukan keberatan, percuma juga, ucapnya.

Namun, diakuinya, ada beberapa importir yang berani melawan dan membawa persoalan tersebut ke Pengadilan Pajak. (Mhk/Ard/T-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya