Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KPK mendalami kepemilikan properti Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi di PT Agung Podomoro Land.
"Penyidik KPK telah meminta kepada kami data atau dokumen kepemilikan terkait perolehan aset properti atas nama MS (Mohamad Sanusi) baik atas nama yang bersangkutan atau yang lain," kata Direktur Legal PT Agung Podomoro Land (APL) Land Miarni Ang di gedung KPK Jakarta, Kamis (12/5).
Miarni diperiksa sebagai saksi untuk tersangka 'personal assistant' PT APL Trinanda Prihantoro yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pemberian hadiah terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) Pantai Utara Jakarta.
KPK meminta sejumlah dokumen terkait properti Sanusi yang dijual oleh PT APL. "Berikut surat pemesanan PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli), kuitansi pembayaran transferan rekening koran perusahaan dan dokumen lain terkait transaksi pemesanan atau jual beli semua dokumen berikut kronologis sudah saya berikan ke penyidik tadi," tambah Miarni.
Kepemilikan aset tersebut, menurut Miarni, sudah dilakukan empat tahun sebelum kasus ini terjadi.
"Sudah saya tegaskan bahwa pemesanan atau perolehan aset properti oleh MS dilakukan empat tahun sebelum adanya raperda dan pembahasannnya. Oleh karena itu, hal pemesanan atau perolehan aset properti tersebut tidak ada kaitan atau indikasi terkait dengan reklamasi raperda maupun proses pembahasannya juga tidak ada kaitan pemenuhan kewajiban kewajiban reklamasi pulau G oleh PT MWS (Muara Wisesa Samudra) apalagi oleh PT APL," tegas Miarni.
KPK pada 4 Mei 2016 menemukan 10 ribu dolar AS dalam brankas di rumah Sanusi. Menurut Sanusi uang tersebut adalah hasil usahanya di bidang properti.
"Itu bisnis saya properti di Thamrin City," kata Sanusi pada Rabu (11/5). Pengembang di pusat perbelanjaan Thamrin City diketahui adalah PT APL.
Sanusi terima Rp2 miliaar Sanusi dalam perkara ini diduga menerima uang Rp2 miliar dari Direktur Utama PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja melalui Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro. Ketiganya ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 31 Maret 2016.
Uang itu diduga terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan pulau-Pulau Kecil provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
KPK dalam perkara ini juga sudah mencegah keluar negeri lima orang yaitu sekretaris direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Berlian, karyawan PT APL Gerry Prasetya, Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaya, Direktur Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma dan petinggi Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto.
Aguan adalah pimpinan PT Agung Sedayu yang merupakan induk dari PT Kapuk Naga Indah, salah satu dari dua pengembang yang sudah mendapat izin pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta.
Perusahaan lain adalah PT Muara Wisesa Samudera yaitu anak perusahaan Agung Podomoro. PT Kapuk Naga Indah mendapat jatah reklamasi lima pulau (pulau A, B. C, D, E) dengan luas 1.329 hektare sementara PT Muara Wisesa Samudera mendapat jatah rekalamasi pulau G dengan luas 161 hektare.
Izin pelaksanaan untuk PT Kapuk Naga Indah diterbitkan pada 2012 pada era Gubernur Fauzi Bowo, sedangkan izin pelaksanaan untuk PT Muara Wisesa Samudera diterbitkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada Desember 2014.
KPK menyangkakan Sanusi berdasarkan sangkaan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang patut diduga menerima hadiah dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan kepada Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana paling singkat satu tahun dan lama lima tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (X-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved