Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

12 Jam, 10 Pasien, 1 Perempuan Pengemudi Ambulans

Iis Zatnika
31/12/2020 21:43
12 Jam, 10 Pasien, 1 Perempuan Pengemudi Ambulans
Ika Dewi Maharani, relawan pengemudi ambulans mengenakan hazmat sebelum bertugas menjemput pasien dan mengantarnya ke rumah sakit rujukan.(Dok Ika Dewi Maharani)

Ika Dewi Maharani, 27, harus beberapa kali memutar kemudinya sebelum akhirnya mendapatkan sudut yang pas untuk memundurkan ambulans yang dikemudikannya memasuki area penerimaan pasien di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Bukan cuma karena hari telah gelap, namun juga alat pelindung diri (APD) yang dikenakannya juga tak membuatnya leluasa.

Selain memakai hazmat, sepatu bot, sarung tangan, di kepalanya juga terpasang pelindung wajah, masker hingga kaca mata medis. Ruang gerak terbatas itu jelas mempengaruhi manuvernya berkendara, namun melepas APD berarti melanggar prosedur sekaligus mengancam nyawanya.

Usai menurunkan pasien, melakukan serah terima data, kegiatan yang diistilahkan Ika sebagai operan, ia pun berpamitan pada pasien yang diantarnya. Setengah berteriak agar suaranya terdengar, Ika  menyemangati sebelum akhirnya menuju ambulans dan melalui proses disinfektan, ia pun kembali ke basecamp di Rumah Sakit Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.

“Hari ini saya libur, tapi kemarin (30/12) saya mengantar 10 pasien, ada yang dari Bogor, Palmerah, Jakarta sampai Rajeg Tangerang. Rumah sakit rujukan yang dituju, mulai Wisma  Atlet Kemayoran, Rumah Sakit Persahabatan, Eka Hospital Tangerang hingga Rumah Sakit Koja Jakarta Utara, sesuai ketersediaan tempat tidur yang sekarang sudah makin terbatas. Tentu saja capai karena ambulans kami juga tidak power steering, tapi ini adalah pilihan saya sebagai relawan ambulans,” ujar Ika, relawan pengemudi ambulans Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 kepada mediaindonesia.com, Kamis (31/12).

Sesuai giliran, bekerja dan libur berselang-seling setiap harinya, malam tahun baru ini Ika bebas tugas. Namun, tak jarang pula ia harus siap bekerja dua hari berturut-turut ketika jumlah pasien melonjak atau pengemudi lainnya ada yang berhalangan. Padahal, di hari kerja, Ika bertugas selama 12 jam di atas ambulans putih yang dikemudikannya hilir mudik dalam kecepatan yang diatur 40km hingga 60 km per jam, menyusuri jalanan Jabodetabek.

“Malam tahun baru ini, para relawan yang sedang tidak bertugas di Rumah Sakit Universitas Indonesia Depok kumpul bareng, tentunya dengan mematuhi protocol kesehatan. Kumpul seperti ini berguna karena terus terang perlu saling menguatkan, karena kami sebenarnya sudah lelah namun bagaimanapun harus terus siap menolong masyarakat,” ujar Ika yang memiliki spesialisasi mengantar jemput pasien dalam kondisi covid-19 ringan hingga sedang, sehingga ambulannya hanya dilengkapi fasilitas oksigen, infus, serta pemantauan tanda tanda vital, tanpa alat bantu nafas.

Membujuk pasien, mengelus dada di jalan
Bukan cuma fasilitas kesehatan yang harus terampil digunakan Ika dan satu relawan mitranya untuk menolong pasiennya di jalan, tak kalah pentingnya, pendekatan dan komunikasi pada pasien dan keluarganya yang membutuhkan suntikan semangat sebelum menjalani perawatan di rumah sakit rujukan. Ika tak pernah lupa menuliskan namanya di hazmat dengan spidol dengan huruf-huruf besar sebagai penanda perkenalan dengan pasien. 

“Pasien saya mulai anak hingga lansia, pasien termuda itu bayi empat bulan yang dirujuk bersama ibunya yang juga positif. Kebahagiaan saya saat ini, mereka bisa kembali pulang ke rumahnya dalam kondisi sehat,” ujar Ika yang mengaku bukan saja merasa tak nyaman dan kepanasan menggunakan APD yang biasanya ia ganti dua hingga tiga kali dalam masa tugasnya mulai pukul 9 pagi hingga 9 malam setiap harinya. Dibutuhkan waktu hingga 10 menit untuk mengenakan seluruh APD-nya. Kedisiplinan itulah yang membuatnya lolos dari tes usap yang dijalani setiap dua bulan pada seluruh relawan.

“Jika dibilang pakai hazmat itu membuat kami harus menahan buang air kecil dan tidak makan ya memang benar minimal 4 hingga 5 jam. Setiap ganti hazmat harus mandi dan keramas jadi kalau ganti tiga kali ya tiga kali hjuga keramas,” ujar Ika yang mengaku piawai menyetir ketika sebelumnya bermukim di Surabaya saat melanjutkan pendidikannya dari semula diploma 3 menjadi S1 Keperawatan di Universitas Hang Tuah dan aktif di Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana.

Order tak juga berhenti
“Saya ke Jakarta pada Maret lalu ketika dibuka rekrutmen relawan ambulans, maka saya mendaftar dan ternyata pengemudi juga kurang sampai akhirnya bertugas mengemudi hingga saat ini,” ujar ibunda balita Carolina Meysha Yura Zizitha itu yang menjadi satu dari tiga relawan perempuan yang ditempatkan Gugus Tugas yang bermarkas di Rumah Sakit Universitas Indonesia, namun satu-satunya yang bertugas sebagai pengemudi.

Dalam masa pengabdiannya sebagai relawan sejak September 2020, Ika pun kian menginpirasi dengan menuntaskan gelar sarjananya dan kini kembali menjalani pendidikan  untuk meraih gelar Profesi Ners. Kini, keseharian Ika yang tinggal di mess Rumah Sakit Universitas Indonesia diisi dengan perkualiahan daring serta tentunya memenuhi panggilan untuk bertuas, yang disebutnya sebagai order di WhatsApps Group Call Center Relawan.

Setiap order itu bisa melemparnya ke berbagai sudut Jabodetabek yang sebagain besar belum pernah dikunjunginya, mendatangi rumah yang terkadang disertai drama pembujukan pasien, mengantarnya ke rumah sakit rujukan, begitu seterusnya hingga hari nyaris berganti. Ika semata-mata mengandalkan peta digital. Mustahil bertanya pada masyarakat karena APD dan kendaraan yang dikemudikannya sudah tentu berpotensi menimbulkan kepanikan.

Menggunakan ponsel pula, Ika kerap mengikuti perkuliahan daring sembari terus berkonsentrasi membelah kemacetan serta kebandelan pengemudi yang tak mau mengalah.

“Gugus Tugas Covid-19 memiliki 15 ambulans dan 7 hingga 8 dibagikan ke rumah-rumah sakit rujukan, satu ambulan dikawal masing-masing satu relawan. Makin ke sini, bukannya berkurang, tapi pasien terus betambah sehingga sampai saat ini kontrak sebagai relawan masih berjalan,” kata Ika yang mengaku berkomitmen untuk terus menjadi relawan hingga tenaganya dinilai tak lagi dibutuhkan, tentunya ketika korona telah sirna dari Indonesia.  

Komitmen Ika yang juga ditebus dengan konsekuensi terpisah dari sang putri dan keluarganya yang bermukim di Desa Tuguis Loloda, Halmahera Barat, Maluku yang terakhir dijumpai pada Februri 2020 itu, diganjar Satu Indonesia Awards 2020 dalam kategori Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi Covid-19.

Penghargaan yang kata Ika membuatnya tambah semangat itu, akan terasa lebih bermakna jika kesadaran masyarakat untuk mencegah penularan juga kian baik. “Bertugas di jalan adalah bagian dari sumpah saya sebagai perawat, tapi kerja keras ini semoga diimbangi kesadaran masyarakat untuk menjaga protokol kesehatan, karena kita sama-sama sudah lelah, jadi yuk terus patuhi protokol kesehatan.”  

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iis Zatnika
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik