Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
JAKARTA dinyatakan krisis air bersih. Anggota Dewan Sumber Daya Air yang juga staf khusus Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Firdaus Ali menyatakan, sampai saat ini, jaringan perpipaan Jakarta baru mencakup 62% dari seluruh wilayah Ibu Kota sehingga diperkirakan baru 6 juta penduduk yang menikmati air bersih.
"Jakarta krisis air bersih. Hal itu sudah jelas ketika kita melihat hanya beberapa bulan air melimpah, tetapi sisanya berbulan-bulan kekurangan. Masih banyak masyarakat yang menggunakan air yang tercemar," kata Firdaus dalam diskusi Hari Air Sedunia di Balai Kota, Selasa (22/3).
Saat ini, kata Firdaus, masih banyak warga memanfaatkan air tanah dangkal untuk memenuhi kebutuhan air. Padahal, air tanah dangkal saat ini sudah tidak layak akibat banyaknya limbah yang terserap oleh tanah dan mencemari air di dalamnya. Untuk memenuhi kebutuhan air yang tahun ini diperkirakan mencapai 26 ribu liter per detik, Firdaus mengatakan sudah saatnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melirik pengolahan air limbah. Pada kenyataannya, pasokan air baku yang masuk dan ada di Jakarta hanya 18.325 liter per detik dengan 9.325 liter per detik diproduksi PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan 9.000 liter per detik diproduksi PT Aetra Air Jakarta (Aetra).
Pasokan air baku dari sungai lokal hanya mampu berkontribusi sebesar 3,23%, yakni dari Sungai Krukut, Sungai Ciliwung, dan Kanal Banjir Barat (KBB). Sementara itu, 15,91% air baku berasal dari Sungai Cisadane yang diolah Perum Jasa Tirta Kabupaten Tangerang dan sisanya 80,87% berasal dari Waduk Jatiluhur.
Pengolahan air limbah pun harus ditempuh agar Jakarta terhindar dari penurunan muka air tanah. "Harusnya Jakarta sudah mulai bergerak sejak 2010. Targetnya pada 2030 seluruh warga Jakarta sudah menggunakan air pipa dan penyedotan air tanah itu nol."
Rencana membangun
Dalam kesempatan itu, Direktur Utama PD PAM Jaya Erlan Hidayat mengatakan saat ini pihaknya baru tahap rencana membangun bersama PD PAL Jaya pengolahan air terpadu di Instalasi pengolahan Air (IPA) Cilandak.
Di dalamnya, menurut Erlan, akan dibangun pengolahan air limbah menjadi air baku yang bisa dibeli dan disalurkan ke IPA dua perusahaan pengolahan air di Jakarta. Namun, biaya investasi yang harus digelontorkan untuk membangun proyek itu cukup besar.
"Jika kapasitas yang ingin dibangun 400 liter per detik, dibutuhkan Rp50 miliar. Untuk jaringan pipa penyalurnya dari Cilandak ke IPA kami di Pejompongan, kira-kira Rp150 miliar. Jadi cukup besar," kata Erlan.
Pembangunan itu pun baru bisa dilakukan saat PAM Jaya sudah bergabung dengan PAL Jaya. Rencana penggabungan itu sendiri masih menunggu rancangan peraturan daerah (raperda) penggabungan keduanya selesai. Raperda tersebut masih dalam tahap konsep di Biro Hukum DKI Jakarta. (Put/J-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved