ANAK-ANAK kini bukan lagi hanya menjadi sasaran untuk menjadi pengguna narkotika dan obat berbahaya atau narkoba, melaikan juga diposisikan sebagai pengedar oleh para bandar. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dalam tiga tahun terakhir bahkan jumlah anak pengedar narkoba meningkat 300%.
"Pada 2012 jumlah anak yang menjadi pengedar narkoba ada 17, tetapi pada 2013 bertambah menjadi 31 dan pada 2014 naik lagi mencapai 42 anak," kata Ketua KPAI Asrorun Ni'am Sholeh di Gedung Badan Narkotika Nasional (BNN), Jakarta, kemarin.
Ia mengatakan di Indonesia usia anak yang rentan terlibat dalam peredaran narkoba bervariasi. Bahkan, saat ini KPAI menangani murid sekolah dasar (SD) yang menjadi pengedar narkoba. Dengan penanganan yang cepat, diharapkan di waktu mendatang tidak ada lagi anak yang dimanfaatkan untuk mengedarkan barang terlarang tersebut.
Dalam menyelesaikan kasus anak yang terlibat sebagai pengedar dan pengguna narkoba, Asrorun meminta agar mereka diperlakukan sebagai korban sehingga harus direhabilitasi. Alasannya mereka hanya dijadikan alat peredaran narkoba.
"Anak yang terlibat dalam tindak pidana seperti itu seharusnya direhabilitasi karena kita harus memosisikan anak sebagai korban. Kenyataannya di lapangan, banyak anak yang seharusnya direhabilitasi justru malah dipenjarakan," katanya.
Dengan semakin banyaknya anak yang terlibat narkoba, kata Asrorun, KPAI dan BNN juga telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang menyepakati langkah perlindungan anak dari bahaya narkoba. Dalam MoU tersebut kedua pihak menyepakati untuk melakukan pendampingan terhadap anak yang ketergantungan narkotika untuk selanjutnya mengarahkannya ke institusi penerima wajib lapor (IPWL).
Sementara itu, Ketua BNN Anang Iskandar mengatakan kerja sama kedua lembaga itu menjadi langkah preventif setelah banyak kasus penyalahgunaan narkotika terjadi di Indonesia.
Di sisi lain, tiga pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kota Bekasi, Jawa Barat, ditangkap BNN Provinsi DKI Jakarta, kemarin, saat sedang membeli 'obat kuning' di Apotek Hara, Jalan Tawas Raya nomor 26, Kelurahan Kayuringin, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi.
'Obat kuning' atau pil triheksipenedil itu adalah obat untuk penderita penyakit parkinson dan berfungsi sebagai penenang otot yang tegang. Namun, jika obat itu dikonsumsi tidak sesuai dengan aturan, efeknya menyebabkan 'fly'.
Kepala BNNP DKI Jakarta Ali Johardi mengatakan setiap pembelian triheksipenedil harus disertai resep dokter. Namun, di Apotek Hara obat tersebut dijual bebas dengan harga Rp20 ribu per bungkus berisi 10 pil. Pegawai Apotek Hara berinisial S mengatakan terpaksa menjual obat itu karena pernah diancam para pembeli ketika menolak menjual obat tersebut. (Mal/Gan/J-2)