Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
GUGATAN terhadap kepemilikan lahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan dibangun gedung kantor Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur sejatinya tidak boleh menghalangi proses pembangunan itu sebab lahan seluas 9.820 meter per segi itu sudah sah menjadi milik pemprov.
“Secara yuridis, (gugatan) itu sebenarnya tidak (mengganggu). Sesuai UU bahwa sertifikat ialah bukti hak terkuat dan terpenuh. Nah, itu yang selalu kita pegang secara yuridis,” ungkap Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Yayan Yuhanah saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (23/2).
Yayan mengatakan pengadilan tidak menetapkan putusan provisi yang mengharuskan pemprov berhenti melakukan pembangunan atau lahan itu dalam status quo dan tidak boleh ada kegiatan di sana. “Tidak ada itu,” tambah Yayan. Ia menyatakan pembangunan seharusnya dilakukan karena lahan itu sudah sah menjadi milik DPKP.
Pemprov DKI, kata Yayan, sudah melakukan proses ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan dinyatakan lahan itu sah milik Pemprov DKI berdasarkan sertifikat hak milik yang dimiliki. Saat ditanya lebih jauh soal penguasaan lahan itu, Yayan menegaskan, secara yuridis ia bisa mempertanggungjawabkan kepemilikan pemprov. “Kalau di lapangan, saya tidak tahu. Itu bukan kewenangan biro hukum.” Pemprov DKI membeli lahan yang berada di Jalan Jenderal Ahmad Yani RT 001/014, Rawamangun, Jakarta Timur, pada 2010 untuk membangun kantor Sudin PKP Jakarta Timur. Pemerintah telah menganggarkan Rp70,7 miliar untuk rencana itu. Namun, hingga kini hal itu urung dilakukan karena lahan diokupasi oleh pemulung dan adanya gugatan. Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat antara Dinas
Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta, dengan DPRD DKI pekan lalu.
Sertifikat pengganti Pelaksana tugas Kasudin PKP Jakarta Timur Muchtar Zakaria mengatakan penertiban lahan milik DPKP belum bisa dilakukan lantaran adanya gugatan.
“Alasan kepolisian karena masih ada gugatan. Sekarang kalau kita pikir, di atasnya inkrah ada lagi atau gimana? Sekarang kita sudah menang, digugat, dia kalah, kita mau laksanakan penertiban, dia gugat lagi. Mau sampai kapan? Gak ada habisnya, dong?” ungkap Muchtar. DPKP, kata Muchtar, sudah memiliki putusan inkrah
dari MA. Namun, setelah mendapatkan putusan, pihak penggugat memiliki sertifi kat pengganti yang kembali menghambat rencana pembangunan di lahan tersebut.
“Di perjalanan inkrah itu kita melakukan rapat sampai akhirnya kita berikan SP 1, 2, dan 3 sudah dikeluarkan (untuk penertiban). Di hari H kita mau melakukan pelaksanaan penertiban, belum dapat dukungan dari kepolisian karena muncul sertifi kat pengganti,” jelasnya.
Setelah mengetahui penggugat memiliki sertifikat pengganti, lantas DPKP melakukan gugat kembali dan berhasil membatalkan sertifi kat pengganti yang dimiliki penggugat. “Januari ini, sudah ada pembatalan sertifi kat pengganti. Sudah dibatalkan oleh pengadilan negeri,” kata Muchtar.
Saat ini ia tengah mengupayakan bantuan dari Wali Kota Jakarta Timur untuk Melakukan penertiban.
Terkait gugatan itu, Yayan mengatakan gugatan pada lahan itu berdasarkan eigendom verponding. Namun, ia tidak mengkhawatirkan gugatan itu karena sudah tidak berlaku lagi. “Memang secara yuridis eigendom itu kan sudah mati sejak 1980 berdasarkan UU Agraria,” jelasnya. (J-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved