Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Mencuci Pipa Migas Ilegal

Jonggi Manihuruk
30/3/2015 00:00
Mencuci Pipa Migas Ilegal
(MI/Caksono)
PULAU Batam di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) melambung sebagai sentra industri manufaktur. Berbagai jenis industri manufaktur seperti galangan kapal, elektronika, dan pengolahan pipa baja untuk eksplorasi minyak dan gas (migas) berkembang pesat di wilayah tingkat dua tersebut.

Sebagai wilayah yang masuk ke kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (<>free trade zone/FTZ), Batam menjadi incaran investor karena sejumlah insentif yang diberikan pemerintah. Salah satunya pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN).

Pemerintah merangsang pelaku usaha melalui insentif untuk memacu pertumbuhan ekonomi wilayah FTZ dengan harapan dapat mendongkrak laju perekonomian nasional.

Tidak mengherankan bila Batam kini mencuat sebagai sentra industri. Namun, kemudahan yang diberikan negara tersebut belum membuat sejumlah perusahaan senang dan terus berusaha menggerus keuntungan ganda dengan mengambil pemasukan negara yang sejatinya untuk kesejahteraan rakyat.

Penelusuran Media Indonesia di Batam bulan lalu menemukan berbagai modus perusahaan yang mencoba menghindari kewajiban membayar pajak. Seperti melakukan transfer pricing, memanipulasi tarif bea masuk serta pemindahkapalan (transhipment) secara ilegal.

Kompetisi antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok menjadi pintu masuk bagi mereka. Pasalnya, AS memberlakukan embargo terhadap sejumlah produk asal Tiongkok, sebagai respons atas kebijakan dumping oleh Negeri Tirai Bambu. Salah satu yang terkena kebijakan ialah produk pipa baja migas.

Celah itu betul-betul menggiurkan. Sumber di lingkungan Kementerian Keuangan menyebutkan PT TPCOPA, salah satu perusahaan pengolahan pipa baja migas yang diduga meraup keuntungan besar dalam embargo tersebut.

Perusahaan mengimpor pipa baja migas dari Tiongkok ke Indonesia lalu mengekspornya ke AS setelah dilabeli made in Indonesia. Meski di set up pipa tercetak label Indonesia, ternyata pipa baja migas tersebut tidak pernah sampai atau bongkar muat di pelabuhan Indonesia sehingga tidak bisa dikenai bea masuk.

Pelaku diduga memindahkapalan muatan impor di tengah laut. ''Tim Investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan menemukan identitas asli pipa baja migas Tiongkok diganti menjadi pipa baja migas produk Indonesia. Karena dilabeli produk Indonesia, pipa bisa masuk ke AS,'' terang sumber di Kementerian Keuangan.

Menurutnya, nilai impor pipa baja dari Tiongkok mencapai triliunan rupiah per tahun. Nilai kerugian yang diderita negara mencapai ratusan milar rupiah per tahun. ''Bila dihitung dari tahun 2008, saat <>transhipment illegal mulai marak, kerugian kita sudah triliunan rupiah,'' lanjutnya.

Perusahaan raksasa
PT TPCOPA, anak usaha TPCO Pan Asia Ltd, yang berbasis di Singapura, perusahaan raksasa di Batam. Pabrik pengolahan pipa baja yang berlokasi di kawasan industri Kabil, Batam, itu terbilang luas dan dijaga ketat.

Dari jalan raya utama yang membelah kawasan industri Kabil, terlihat sejumlah bangunan pabrik berukuran raksasa berdiri megah. Bangunan pabrik dikelilingi halaman yang luas. Tidak sembarang orang bisa masuk ke kawasan. Sebuah pos penjagaan yang diisi sedikitnya empat petugas keamanan ditempatkan di sisi pintu utama.

Para petugas memeriksa dengan teliti setiap kendaraan dan penumpang yang akan memasuki lokasi pabrik. Saat Media Indonesia menyambangi pabrik PT TPCOPA, empat petugas jaga dengan saksama mengawasi. ''Ada keperluan apa, Pak,'' tanya seorang petugas jaga.

Setelah memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud untuk konfirmasi terkait dengan temuan Tim Investigasi Kementerian Keuangan, petugas jaga menanyakan apakah sudah membuat janji. ''Bila belum mengantongi janji untuk bertemu direksi, tidak diperkenankan memasuki area pabrik,'' tegas petugas jaga.

Media Indonesia lantas melayangkan surat permohonan wawancara. ''Mohon surat ini disampaikan kepada direksi untuk pengaturan waktu wawancara,'' ujar Media Indonesia kepada petugas jaga bernama Rodiyah R.

Dari penelusuran Media Indonesia, aktivitas pemindahkapalan secara ilegal banyak dilakukan importir nakal di perbatasan perairan Batam dan perairan Singapura. Seorang pelaku bisnis, Jh, yang sedang berurusan dengan petugas Bea dan Cukai di Pelabuhan Nongsa, berkata di perairan perbatasan yang dikenal dengan nama <>outer port limit (OPL) berlaku hukum internasional.

Karena itu, lanjutnya, pihak berwajib Indonesia seperti petugas Bea Cukai, TNI-AL, dan Polisi Perairan, tidak berwenang menindak pemindahkapalan muatan di perairan tersebut.

OPL ibarat ladang minyak bagi para penyelundup. Banyak kapal ukuran besar lego jangkar memindahkan muatan tanpa pengawasan aparat keamanan maupun petugas Bea dan Cukai. Salah satu aktivitas pemindahkapalan yang kasatmata ialah solar dan minyak mentah yang diduga hendak diselundupkan ke Singapura atau Malaysia.

OPL terdekat cuma satu jam dari Pelabuhan Nongsa dengan menggunakan kapal kecil seperti pompong. Kapal kecil harus ekstra hati-hati karena kapal-kapal berukuran besar jenis tanker dan kapal kargo aktif berlalu lalang.

''Kita harus mundur, kita mundur sekarang, kita bisa ditabrak kalau tankernya melaju cepat seperti itu'' ujar Obet, pemilik pompong yang dicarter Media Indonesia dengan ketakutan.(T-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik