Headline
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
SETELAH empat tahun terakhir selalu mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberi kado predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) terkait Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2017.
Predikat WTP tidak serta-merta berarti laporan keuangan DKI tanpa masalah. Berdasarkan pemeriksaan BPK terhadap sistem pengendalian intern (SPI) Pemprov DKI, ditemukan belum optimalnya penagihan fasilitas sosial dan fasilitas oleh Pemprov DKI terhadap para pengembang.
Selain itu, penatausahaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan operasional pendidikan (BOP) juga belum memadai. Selain itu, dari aspek kepatuhan, BPK menemukan adanya keterlambatan penyelesaian pembangunan rumah susun, puskesmas, rumah sakit, hingga gedung sekolah.
Akibatnya, pemanfaatannya oleh masyarakat pun terhambat. Sebagai contoh ialah pembangunan rumah susun Nagrak yang semestinya rampung pada 8 Februari 2018. BPK memberi waktu 60 hari kepada Pemprov DKI untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK tersebut.
"Pemprov DKI harus menindaklanjuti rekomendasi atas laporan hasil pemeriksaan selambat lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima," ujar anggota V BPK RI, Isma Yatun, Senin (28/5).
Menurut Kepala Inspektorat DKI Jakarta, Zainal, pihaknya telah menindaklanjuti pencatatan sejumlah aset yang menjadi sorotan BPK. Misalnya, aset lahan di Cengkareng, Jakarta Barat, serta polemik pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. "Pencatatan kedua aset itu telah jelas meski persoalan hukumnya belum rampung," papar Zainal.
Pada 2017, BPK memberi predikat WDP terhadap LKPD Pemprov DKI. Di antaranya lahan milik Pemprov DKI di Cengkareng yang dibeli Dinas Perumahan DKI. Padahal lahan tersebut telah tercatat sebagai aset milik Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Perikanan (DKPKP) DKI.
Persoalan membelit mengenai kedua lahan itu, setidaknya telah tercatat di atas kertas. Atas dasar itulah BPK memberikan opini WTP pada Senin (28/5).
Belum rampung
Zainal menjelaskan, lahan di Cengkareng kini tercatat sebagai aset milik DKPKP. Dinas Perumahan yang membeli aset itu ke pihak ketiga telah melayangkan gugatan hukum. Dengan demikian, pencatatan aset lahan Cengkareng dianggap BPK telah ditindaklanjuti, meski persoalan belum rampung.
Sekalipun gugatan Dinas Perumah-an DKI pun masih berproses, lanjut Zainal, hal itu tidak memengaruhi opini WTP yang diberikan BPK. "Penyelesaiannya secara hukum pasti ada. Cuma secara akuntansi pencatatannya sudah bisa dibenahi," ucapnya.
Hal senada dilakukan terhadap lahan RS Sumber Waras. Sebelumnya, BPK menilai Pemprov DKI kelebihan bayar Rp191 miliar atas pembelian lahan tersebut. Pemprov DKI telah memasukkan kelebihan pembayaran Rp191 miliar sebagai piutang yang harus terus ditagih kepada Yayasan Sumber Waras.
"Pendapatannya ya belum ada realisasinya, cuma kan tidak ada masalah secara akuntansi. Masih tercatat di Dinas Kesehatan. Kan asetnya kita kuasai, masih kita kuasai lah," jelasnya.
Yayasan Sumber Waras sampai saat ini belum bersedia membayarkan uang Rp191 miliar. Pemprov DKI akan terus menagihnya.
"Iya, harus terus kita tagih. Kita sedang cari bagaimana teknisnya, apakah harus ke pengadilan lagi. Ini belum ada kita putuskan," jelas Zainal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved