Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
PENGELOLAAN air limbah melalui perpipaan di Jakarta belum sepenuhnya terakomodasi. BUMD Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah (PD PAL) Jaya baru bisa melayani 11% dari total kebutuhan jaringan perpipaan air limbah.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno sempat mengatakan dari persentase itu, artinya baru ada 1,1 juta penduduk yang terlayani pipa air limbah. Dampaknya limbah air pun kerap mengontaminasi air bersih di Jakarta.
Namun, minimnya jaringan perpipaan air limbah bukan tanpa sebab. Dirut PD PAL Jaya Subekti membeberkan, untuk membangun infrastruktur jaringan perpipaan air limbah tidak murah. Setidaknya pemerintah harus mengeluarkan dana lebih dari Rp5 triliun untuk pembangunan satu zona di Jakarta kendati angka itu bervariasi, bergantung pada karakter kawasan.
“Untuk mengakomodasi 80% kebutuhan nilai investasi yang dibutuhkan itu Rp68 triliun. Itu pun angka 2012, saat kurs per dolar masih Rp8.500. Kalau sekarang mungkin sudah sampai Rp100 triliun. Memang pendanaannya jangka panjang,” beber Subekti saat dihubungi, kemarin.
Berdasarkan masterplan hingga 2050, PD PAL Jaya menargetkan 50% kebutuhan jaringan perpipaan air limbah di Jakarta bisa terpenuhi. Jaringan-jaringan perpipaan itu direncanakan akan terbangun di 15 zona. Saat ini, Jakarta dikatakan baru memiliki satu zona yang terpasangan jaringan perpipaan air limbah, yakni Zona Nol meliputi Kawasan Sudirman, Manggarai, SCBD, Gatot Subroto, dan Rasuna Said.
Guna mulai menambah jaringan perpipaan, pihaknya pun berencana mulai membangun jaringan perpipaan di dua zona, yaitu Zona 1 dan Zona 6. Zona 1 membentang dari kawasan Menteng dan Pluit, sedangkan Zona 6 mencakupi kawasan Slipi hingga Pluit.
“Kita mulai konstruksi Zona 1 mulai 2019 selesai 2026. Saat ini kita sedang tahap detail engineering design (DED) dengan rencana kapasitas perpipaan di sana bisa mengolah air limbah 200 kubik per hari. Nilai investasi untuk itu saja Rp8,5 triliun,” imbuh Subekti.
Pembangunan infrastruktur di Zona 6 memakan biaya Rp6,4 triliun. Pembangunan perpipaan tidak dibiayai APBD DKI Jakarta, tetapi APBN yang melekat pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera). Biaya yang mahal membuat proyek pembangunan jaringan pipa air limbah masuk proyek strategis nasional.
Selain masalah biaya, perizinan pembangunan perpipaan menjadi kendala. Dibutuhkan waktu satu tahun sebelum pipa ditanam dengan metode microtunneling.
Nonperpipaan
Kendati jaringan perpipaan air limbah (on side) masih terbilang minim, PD PAL Jaya sudah menyediakan metode nonperpipaan (off side) untuk mengangkut limbah domestik warga.
Sementara itu, jaringan instalasi pengolahan air limbah terpadu (IPLT) perpipaan di Jakarta baru ada satu, yakni di Setiabudi, Jakarta Selatan, untuk jaringan nonperpipaan DKI memiliki dua lokasi pengolahan, yakni di Duri Kosambi, Jakarta Barat, dan Pulo Gebang, Jakarta Timur.
“Nonperpipaan ini pendekatannya dari rumah ke rumah. Ada dua jenis limbah yang bisa diangkut, yakni limbah WC (black water) dan limbah air mandi dan cuci-cuci (grey water). Kemudian kita angkut di lokasi pengolahan,” tutur Subekti.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian PU-Pera beberapa waktu lalu menyatakan akan mempercepat pembangunan Proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpadu di wilayah DKI Jakarta. Pembangunan terutama akan diprioritaskan pada wilayah Pluit dan Duri Kosambi.
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PU-Pera Sri Hartoyo mengatakan pembangunan IPAL di kedua kedua wilayah tersebut akan dimulai pada 2019. Awalnya pembangunan proyek IPAL di kedua wilayah ini akan dimulai pada 2021.
“Kami mau bikin rumah pompa (pumping station), itu nanti sambil dibangun, sambil design engineering detail dilanjutkan untuk komponen lain,” papar Hartoyo beberapa waktu lalu. (Ant/X-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved