Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
MEWAKILI berbagai elemen masyarakat, Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) menggelar aksi protes dan mandi bareng di depan Balai Kota Jakarta, kemarin. Mereka menuntut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghentikan privatisasi air sesuai putusan Mahkamah Agung (MA).
Aksi mandi bareng melambangkan protes atas kesulitan mendapat air sebagai dampak dari privatisasi air. Spanduk bertuliskan ‘Tegakkan Amanat Konstitusi, Hapus Swastani-sasi Air’ pun diacungkan.
“Yang di dalam Balai Kota lihat, masih banyak yang kekurangan air bersih. Jangan privatisasi air,” tutur salah satu orator.
Mereka mengingatkan, utamanya PAM Jaya dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak melakukan manuver-manuver yang menyimpang dari putusan MA. Rencana PAM Jaya merestrukturisasi kerja sama dengan dua perusahaan swasta, PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), dianggap melenceng dari putusan MA.
Saat mengomentari hal itu, Anies berjanji akan menaati putusan MA. “Saya akan ketemu, tapi intinya kita yang namanya warga negara apalagi penyelenggara negara harus menaati semua putusan Mahkamah Agung, kita akan taati,” kata Anies sebelum bertemu koalisi tersebut.
Pengelolaan air oleh pihak swasta terwujud dalam perjanjian kerja sama (PKS) pada 6 Juni 1997 dan diperbarui dengan PKS tertanggal 22 Oktober 2001. Perjanjian itu yang kemudian berlaku di Jakarta dan dijalankan hingga kini.
Keputusan MA No 31 K/Pdt/2017 yang dirilis pada 10 Oktober 2017 memerintahkan penghentian kebijakan swastanisasi air dijalankan BUMD milik pemerintah Jakarta, PAM Jaya, dengan pihak swasta yakni PT Aetra dan PT Palyja. Gugatan itu awalnya dilayangkan KMMSAJ pada 2013. Pemprov DKI merespons dengan wacana restrukturisasi kontrak. Rencana tersebut tengah dikaji Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
Nisa Yura, dari Solidaritas Perempuan, yang mengikuti aksi itu menuturkan rencana restrukturisasi kontrak itu tetap sebagai bentuk swastanisasi pengelolaan air. “Walaupun dia melalui PAM Jaya, Palyja dan Aetra itu kan juga swasta. Itu bagian dari swastanisasi,” tuturnya.
Sementara itu, PT Aetra mengaku mereka masih memiliki waktu menjalankan kontrak hingga 2023. “Saya belum baca soal itu (putusan MA), enggak tahu saya. Kami kan masih punya waktu kontrak sampai 2023. Kami masih punya beban investasi yang harus dikucurkan,” kata Presiden Direktur PT Aetra Air Jakarta, Mohamad Selim, di Rusun Marunda, Jakarta Utara, kemarin. (Nic/Ssr/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved