Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Jakarta Berjalan di Trek yang Salah

Erandhi Hutomo Saputra
22/2/2018 08:47
Jakarta Berjalan di Trek yang Salah
(ANTARA/Rivan Awal Lingga)

PESATNYA perkembangan Jakarta sebagai kota metropolitan nyatanya tidak didukung keberadaan infrastruktur dasar dan sarana transportasi yang baik.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan Jakarta saat ini justru mengalami krisis air dan transportasi umum.

"Hal itu yang membuat kualitas hidup di Jakarta tidak terlalu baik," tegasnya dalam diskusi Menatap Masa Depan Jakarta di Hotel Borobudur Jakarta, kemarin.

Terkait dengan ketersediaan angkutan umum, Bambang menyebut persentasenya saat ini hanya 13% dari total jumlah kendaraan yang ada di Jakarta. Angka itu terus turun dari 40% pada 2002 menjadi 21% pada 2012, dan saat ini tinggal sebesar 13%.

Data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta menyebutkan, jumlah mobil penumpang pada 2015 mencapai 3.469.168 unit, sementara sepeda motor 13.989.590 unit.

"Data per 2015, jumlah mobil itu 38%, sepeda motor 49%, dan angkutan umum cuma 13%. Dari segi desain angkutan umum, kita berjalan di trek yang salah," ujar Bambang.

Dalam catatan Bappenas, penurunan secara drastis jumlah angkutan umum tersebut terjadi karena peningkatan kepemilikan kendaraan pribadi yang luar biasa tiap tahun. Hal itu juga berakibat pada mobilitas kendaraan mobil pribadi yang saat ini hanya bisa melaju rata-rata 5-10 km/jam.

"Jadi meski beli mobil yang jago ngebut, itu sayang sekali karena realitasnya cuma bisa lari 5-10 km per jam," ucapnya.

Sejumlah konsep sudah disiapkan Bappenas untuk mengembalikan Jakarta menjadi kota yang berkualitas bagi warga.

Salah satunya ialah dengan meningkatkan jumlah angkutan massal berbasis rel. Harapannya, hal itu akan mengurangi jumlah kendaraan yang ada di jalan raya.

Untuk itu, pemerintah pusat serius menggarap proyek LRT dan MRT yang akan terintegrasi dengan bus Trans-Jakarta.

Selain itu, dalam strategi angkutan umum jangka panjang (2030-2045), hunian berkonsep transit oriented development (TOD) harus terus didorong Pemerintah Provisi DKI Jakarta agar mobilitas penduduk menjadi lancar sekaligus mengurangi ketimpangan. "Hunian yang berkonsep TOD itu harus menyasar kelompok masyarakat menengah," ucapnya.

Bambang juga mendorong ide pemahalan tarif parkir di Jakarta, tidak lagi Rp5.000 per jam untuk kendaraan roda empat. Ia menyarankan tarif parkir mengikuti konsep yang ada di kota-kota besar di Amerika Serikat seperti Chicago yang mencapai US$10 per jam atau Rp130 ribu buat mobil ukuran sedan.

Kualitas rendah

Rendahnya kualitas hidup di Jakarta juga sempat disampaikan lembaga kajian The Economist Intelligence Unit pada Oktober 2017 silam. Oleh lembaga yang berbasis di London, Inggris, itu, Jakarta ditempatkan di posisi keempat terendah dalam daftar kota di dunia yang memberikan jaminan rasa aman bagi warga.

Dari riset terhadap 60 kota di dunia dengan 49 indikator, Jakarta ada di posisi kelima terbawah dari 60 kota.

Hal itu terjadi, misalnya, karena banyak warga Jakarta yang menghabiskan waktu di jalan raya akibat tingginya kemacetan. Belum lagi tingkat polusi asap kendaraan di Ibu Kota yang telah mencapai angka 2,5 PM alias dalam taraf berbahaya. (J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya