Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Pajak Hiburan Gembos Rp9 Triliun

Akmal Fauzi
21/10/2017 06:51
Pajak Hiburan Gembos Rp9 Triliun
(MI/Arya Manggala)

PAJAK hiburan di Jakarta pada 2016 diduga menguap hingga Rp9 triliun. Selidik punya selidik, ternyata banyak pengusaha hiburan yang memanipulasi data pajak untuk menyembunyikan penghasilan sesungguhnya. Paling banyak terjadi di Jakarta Selatan.

“Para pengelola tempat hiburan di Jakarta Barat lebih tertib dan jujur ketimbang para pengelola tempat hiburan di Jakarta Selatan dan sebagian hotel di Jakarta,” kata Kabid Industri Pariwisata di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Toni Bako, kemarin.

Dari sektor hiburan, Toni menjelaskan pendapatan asli daerah (PAD) didapat dari pajak restoran dan kafe sebesar 10%, pajak musik hidup 25%, serta pajak tempat karaoke dan spa sebesar 35%.

Dalam praktiknya, banyak pengusaha hiburan yang menggabungkan usaha restoran/kafenya dengan usaha musik hidup atau karaoke. Namun, pajak yang dibayarkannya hanya dari penghasilan restoran/kafenya.

“Pajak musik hidup atau karaokenya enggak dibayar. Padahal dari situ pemasukan terbesar mereka,” ucap Toni.

Alhasil, PAD DKI Jakarta dari sektor hiburan pada tahun lalu hanya mencapai Rp4,7 triliun. “Padahal seharusnya bisa dua kali lipat dari itu, ujarnya.

Dari hasil pemetaannya, pengusaha tempat hiburan di Jakarta Selatan yang paling banyak membandel. Mereka ialah pemilik tempat hiburan yang ada di Jalan Senopati dan kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Kegiatan usaha mereka pun seperti kucing-kucingan untuk menghindari pengawasan petugas. “Misalnya ada restoran yang diam-diam menyelenggarakan musik hidup dan karaoke lounge. Tapi waktu petugas pajak datang, kegiatan musik hidup dan karaoke lounge di restoran mereka ditiadakan,” jelas Toni.

Dengan demikian, para pengelola restoran itu cuma membayar pajak 10% dari penghasilan restorannya, sedangkan pajak 25% untuk musik hidup dan karaoke lounge sebesar 35% tidak dibayar.

“Mereka sebenarnya punya izin usaha musik hidup dan karaoke. Jadi kalau petugas satpol PP datang, mereka menunjukkan surat izin musik hidup dan atau karaoke mereka. Tapi kalau petugas pajak yang datang, mereka cuma menunjukkan izin restoran,” ungkap Toni.

Pada 2012, PAD dari sektor hiburan di DKI mencapai Rp2,1 triliun. Di 2016 naik menjadi Rp4,7 triliun. Adapun hingga pertengahan 2017, PAD yang didapat baru Rp2,3 triliun.

Dengan capaian angka tersebut, pajak hiburan di DKI masih di peringkat tiga setelah PAD dari kendaraan bermotor dan dari pajak bumi dan bangunan.

Berlagak enggak tahu

Jordi, 39, seorang pemilik kafe di Kemang, Jakarta Selatan, saat ditemui mengaku hanya bayar pajak restoran sebesar 10%. Padahal di kafenya, ia menyajikan musik hidup.

Ia mengaku tidak tahu adanya kewajiban tambahan pajak 25% untuk kegiatan musik hidupnya. “Saya selama ini bayar pajak kok, enggak ada yang ditutup-tutupi,” ucapnya.

Seorang pengusaha tempat hiburan malam di Jakarta Barat dengan nada geram mengaku kesal melihat kelakuan rekannya sesama pengusaha hiburan tapi membandel itu.

“Mereka sebenarnya tahu, cuma berlagak enggak tahu saja. Sudahlah, kita ini pengusaha, jadilah pengusaha yang taat aturan. Jangan merusak iklim usaha,” ucapnya berang. (J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya