Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Kontrak Diputus, Cari Untung Jalan Terus

Gan/J-1
21/10/2017 06:31
Kontrak Diputus, Cari Untung Jalan Terus
(ANTARA FOTO/Risky Andrianto)

PEGIAT lingkungan hidup Kota Bekasi menuding Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersikap masa bodoh dengan kondisi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. Pasalnya, pascapemutusan kontrak kerja dengan PT Godang Tua Jaya (GTJ), aktivitas komersial yang dilakukan pihak ketiga masih berlangsung di situ.

Direktur Kaukus Lingkung-an Hidup Bekasi Raya Benny Tunggul menyampaikan perusahaan join operation (JO) PT Navigate Orga-nic Energy Indonesia (NOEI) yang merupakan mitra kerja PT GTJ masih mengambil keuntungan di area TPST Bantar Gebang.

PT NOEI hingga saat ini masih mengolah metana hasil dari sanitari land fill di lahan seluas kurang lebih 18 hektare milik Pemprov DKI Jakarta. Padahal, seharusnya Pemprov DKI melarang segala aktivitas pihak ketiga pascapemutusan kontrak tersebut.

“Kalau mau kerja sama dalam hal apa pun, harusnya ada hitam di atas putih agar potensi yang bisa diambil daerah bisa dimanfaatkan,” jelas Benny, kemarin.

Ia menjelaskan, saat ini PT NOEI masih mengolah metana menjadi energi listrik di TPTS Bantar Gebang. Listrik tersebut dijual ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Hasil penjualan listrik itu rupanya yang belum ketahuan ke mana larinya.

Sejak kontrak itu diputus, Pemprov DKI belum menjelaskan aset yang tercecer. Apalagi, penyerah-an aset sampai sekarang belum tuntas dilakukan.

“Sejak putus kontrak di antara keduanya, Pemprov DKI dengan GTJ masih membahas soal penye-rahan aset ini sampai sekarang,” ujarnya.
Penjualan listrik yang dihasilkan dari TPST Bantar Gebang ke PLN dihargai Rp820 per kwh. Tiap jam, power house (tempat pengolahan listrik) di TPST Bantar Gebang bisa menghasilkan listrik hingga 300 kwh.

Dalam hal ini, Benny menduga keuntungan dari penjualan listrik selama 15 bulan pascapemutus-an kontrak itu mencapai Rp2,6 miliar. Itu berdasarkan asumsi penjualan listrik selama sebulan sekitar Rp177.120.000.

“Nilai kerugian yang tidak bisa didapat daerah, estimasinya sebesar itu. Harusnya tiap pihak bisa menikmati bagi hasil, tapi alirannya kan belum kita ketahui ke mana,” jelas Benny. (Gan/J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya