Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
BERSAMA dengan puluhan keluarganya, Budianingsih telah bersiaga di dalam tanah lapang seluas 1,5 hektare di ujung Jalan Ahmad Yani, Cempaka Putih, Jakarta Utara, Rabu (6/9) siang. Dengan mengandalkan bangunan semipermanen berukuran 3 meter x 4 meter, mereka bergantian berjaga di dalam lahan tersebut.
Rupanya, ini dilakukan bukan tanpa alasan. Puluhan ahli waris ini berjaga untuk mengamankan hak-hak yang sebelumnya dianggap telah diambil oleh pihak lain. Seperti yang sudah-sudah, sebagian tanah waris dari leluhur mereka, almarhum Daam bin Nasairin, ada yang mencaplok lewat permainan para mafia tanah di Jakarta.
Dari jumlah luas lahan yang tertera di atas secarik Verponding Indonesia 1891 sebanyak 9,5 ha, 3 ha di antaranya sudah dicaplok dan berganti pemilik menjadi milik salah satu warga Gunawan Muhammad. Ini lah sebabnya para ahli waris itu terus berjaga siang dan malam menduduki sisa tanah seluas 1,5 ha yang menjadi harapan bagi para ahli waris.
"Ini harapan kami, makanya tetap kami jaga hingga titik darah penghabisan," tutur Budianingsih.
Wanita berusia 43 ini mengaku memang tidak mengetahui persis awal mula kepemilikan lahan sebanyak 9,5 ha milik almarhum buyutnya. Lahan tersebut secara turun temurun telah dipertahankan keluarganya.
Meski hingga saat ini, kata Budianingsih, mereka hanya bergantung pada secarik Verpoding Indonesia (bukti kepemilikan tanah pada zaman Belanda). Namun, lahan tersebut sudah mereka pagari dengan pagar bambu agar tidak dicaplok tanpa sepengetahuan.
"Pagar bambu ini sudah kami bangun sejak 1995, jadi memang untuk penanda bahwa ini punya kami," kata dia.
Sejak lama, kata wanita berambut blonde ini, ratusan ahli waris almarhum Daam sudah berusaha mengurus administrasi peningkatan surat tanah. Namun, lantaran terbentur faktor ekonomi dan berbelitnya proses administrasi, peningkatan status tanah pun belum mereka lakukan.
Karena itu, agar tak lagi kehilangan hak, mereka pun mendirikan bangunan semipermanen dan memagari sisa tanah yang ada. Dengan mengandalkan rasa kepemilikian satu sama lain secara bergantian para ahli waris menjaga lahan tersebut.
Pada siang hari, ada sekitar 10 orang berjaga, sedangkan di malam hari sekitar 5 orang bersiaga. Sambil berjaga, ada saja kegiatan yang mereka lakukan, seperti menanam pohon hingga makan rujak bersama untuk menghabiskan waktu.
"Kita gantian aja udah jaga di sini, biar gak diserobot lagi sama orang, sebab kami menduga lahan yang digunakan pihak Green Pramuka Square adalah milik kami," kata dia.
Dua bulan lalu, kata dia, pagar pembatas yang mengelilingi lahan memang sengaja diperbarui. Selama menjaga memang tak ada pihak yang usil. Hanya beberapa kali dari pihak Green Pramuka mengimbau agar spanduk yang kami bentangkan tidak menggangu penjualan mereka. Akhirnya, spanduk tersebut mereka pasang hanya di depan bangunan semi permanen yang mereka bangun.
Namun, satu teguran yang mereka rasa tak masuk akal datang dari pihak Kecamatan. Mereka diminta untuk tidak lagi mendirikan bangunan semi permanen, membentangkan spanduk dan pagar bambu. Sebab apa yang mereka lakukan dianggap mengganggu estetika kota Jakarta.
"Kami akan tetap bertahan dan tidak akan rela kehilangan hak kami," kata dia.
Perwakilan kuasa hukum ahli waris almarhum Daam bin Nasairin, Yosep, menambahkan, pihak ahli waris sama sekali belum pernah menjual lahan seluas 9,5 ha peninggalan almarhum Daam pada pihak mana pun.
Lahan seluas 3 ha yang diambil oleh warga bernama Gunawan Muhammad pun dibeli bukan dari para ahli waris. Lahan tersebut dijual secara sepihak dengan mengandalkan girik palsu milik warga lain.
"Mereka merasa belum pernah menjual lahan mereka pada pihak lain," kata Yosep.
Dengan hanya mengandalkan Verpoding, ahli waris ini memang kesulitan mempertahankan hak mereka. Apalagi dengan latar belakang warga kelas menengah yang kurang berpendidikan. Sehingga, mendirikan tanda pembatas salah satu upaya yang kini bisa mereka lakukan.
"Pernah ada ahli waris yang nakal mau menjual secara sepihak, tapi karena statusnya tanah warisan ya tidak bisa karena butuh persetujuan semua ahli waris lainnya," jelas Yosep.
Kuasa hukum ahli waris lainnya, Tony Gunawan, menyampaikan, saat ini proses administrasi kepengurusan status lahan masih dalam proses. Ia memastikan bahwa lahan tersebut tak lagi akan bersengketa.
"Masih kami proses statusnya, memang ahli waris dari kalangan menengah yang belum melek hukum jadi belum diurus sejak lama," tukas Tony. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved