Headline
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.
“BINGUNG, kan. Kita tidak tahu rutenya ke mana saja. Kirain sama semua, ternyata beda-beda. Ada yang ke HI, Kalijodo, Istiqlal, dan Kota Tua. Nah tujuan kita, kan, ke Kota Tua, tapi salah jurusan. Dua kali lagi,” cetus Aisyah, 21, warga Kota Bogor yang baru pertama kali menaiki Bus Wisata Jakarta. Dia agak kesal sebab sudah 40 menit menunggu bus beserta kelima anggota keluarganya. Ternyata, mereka malah salah naik. Untuk yang ketiga kali mereka memutuskan menggunakan armada aplikasi.
“Mana busnya? Ada enggak sebenarnya yang ke Kota Tua? Kenapa lama sekali? Sudahlah pesan aplikasi saja, kasihan nenek kelamaan menunggu,” gerutu sang ayah.
Aisyah mengeluarkan ponsel dari tas merahnya dan memesan taksi daring. Selang 5 menit taksi daring datang. Mereka bergegas naik dan pergi meninggalkan halte bus wisata depan Balai Kota DKI. Bus wisata yang dijadwalkan datang setiap 30 menit nyatanya tak seperti itu. Aisyah dan keluarga merupakan salah satu dari beberapa wisatawan yang menjadwalkan naik bus wisata, tapi terpaksa membatalkannya karena jadwal bus tidak tepat waktu. Layanan masih minim. Peta rute tidak tertempel, misalnya, di halte Masjid Istiqlal. Hal itu membuat wisatawan bingung. Tak jarang dari mereka bertanya ke wisatawan lain mengenai rute mana saja yang akan dilewati.
Mayoritas menjawab, “Saya juga tidak tahu, yang penting naik saja. Coba tanya sama yang lain!” Mereka terlihat sama-sama kebingungan karena kebanyakan memang datang dari luar daerah. Salah satunya, Wiwid, 39, asal Manado. “Saya tidak tahu ke mana saja rutenya. Saya mau ke Kalijodo. Mau naik bus yang mana. Nanti coba tanya sama petugas,” cetusnya. Wiwid mengaku kebingungan karena tidak ada panduan bus mana yang akan menuju tujuannya. Dia juga tidak tahu apakah kalau ke Kalidojo harus transit di halte Monas atau bisa langsung ke Kalidojo. “Seharusnya rute bus ditempel agar kita tahu naik di mana dan turun di mana. Seperti bus Trans-Jakarta, kita kan enggak bingung,” imbuhnya.
Pada 2014, saat pertama Bus Wisata Jakarta beroperasi, rute bus terpampang di setiap halte. Halte-halte tersebut ialah Bundaran Hotel Indonesia, Pecenongan, Museum Nasional, Pasar Baru, Masjid Istiqlal, Monumen Nasional, Balai Kota, dan Sarinah. Namun, saat ini entah pergi ke mana rute tersebut. Hanya tersisa satu rute bus yang tertempel di halte Sarinah. Menurut Ortis, 32, petugas Bus Wisata Jakarta, awalnya semua rute lengkap ditempel di setiap halte. “Satu per satu hilang. Kami akan tempelkan lagi untuk memudahkan masyarakat,” jelasnya. Mengenai keterlambatan bus yang sangat timpang dari janji 30 menit, Ortis mengakui itu belum terpecahkan. Faktor kemacetan lalu lintas di Ibu Kota tidak terprediksi. “Kekurangan sekarang ini akan kami benahi,” katanya lagi. (Koni Armandani/J-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved