Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
OMBUDSMAN Republik Indonesia (ORI) menyatakan ada potensi malprosedur pada kasus penggerebekan gudang beras PT Indo Beras Unggul (IBU) pada Kamis (21/7) silam. Terdapat sejumlah kejanggalan prosedur dalam penggrebekan tersebut.
Anggota ORI, Ahmad Alamsyah Saragih, menuturkan, pihaknya tengah mendalami potensi malprakrik tersebut. Di antaranya mencakup dasar hukum dari proses penggerebekan yang dianggap lemah.
Sebelumnya, Satgas Pangan menyatakan PT IBU telah membeli gabah kering panen seharga Rp4.900 per kilogram dari petani. Harga tersebut dianggap lebih tinggi sehingga ada dugaan monopoli yang dilakukan oleh PT IBU. Sebab, praktik tersebut dianggap menutup peluang usaha pihak lain.
Terkait itu, Ahmad menyatakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menganulir dugaan monopoli tersebut. KPPU sendiri merupakan pihak yang berwenang untuk menentukan apakah telah terjadi monopoli atau tidak. Lagipula, pangsa pasar dari PT IBU tidak berdampak signifikan hingga dapat dikategorikan sebagai monopoli.
"KPPU telah menganulir informasi tersebut, belum ada indikasi soal monopoli," katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (26/7).
Selain itu, terkait kandungan gizi yang diduga tidak sesuai pada kemasan beras, Ahmad menegaskan hal tersebut menjadi wewenang dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengecek.
"Jika telah dipastikan ada unsur pidana, baru polisi masuk," tuturnya.
Satgas Pangan menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2017 sebagai dasar hukum melakukan penindakan. Dalam Permendag tersebut pemerintah menetapkan harga eceran beras Rp9 ribu per kg. Permendag tersebut merupakan revisi dari Permendag Nomor 27 Tahun 2017 yang mengatur harga acuan bahan pangan pokok.
Menurut Ahmad, harga acuan seperti yang tertera pada Permendag Nomor 27 Tahun 2017 tidak serta merta menjadi standar baku bagi pihak swasta. Pun jika mengacu ada harga eceran tertinggi sesuai Permendag Nomor 47 Tahun 2017, Permendag itu sendiri belum diundangkan.
"Terkait Permendag Nomor 47 tahun 2017, ORI akan regulatory audit mengenai proses penyusunan kebijakan dan penyusunan harga," ujarnya.
Ia juga menyoroti proses kerja Satgas Pangan dan akurasi informasi yang diterima satgas dari lintas instansi tersebut. Menurutnya informasi terkait hal-hal yang disangkakan dan diusut semestinya diperjelas terlebih dulu.
"Satgas harus memberi informasi sesuai tugasnya. Kami juga harus cek apakah ada kepentingan-kepentingan tertentu yang menyangkutpautkan Satgas Pangan untuk kepentingannya sendiri," ujarnya.
Namun, ia menegaskan ORI juga mendukung penuh Polri untuk menuntaskan kasus ini. ORI juga telah mengundang sejumlah pihak terkait untuk dengar pendapat terkait polemik dan potensi maladministrasi pada kasus ini. Di antara pihak-pihak yang telah hadir ialah dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik. ORI juga telah mengundang KPPU tetapi pihak terkait berhalangan hadir. Selanjutnya, ORI akan mengundang pihak kepolisian untuk dengar pendapat.
Setelahnya, pada pekan depan ORI akan meminta keterangan pihak terkait terkait potensi-potensi tersebut.
"Akan dicek proses di dalam Satgas Pangan sampai penggrebekan. Mereka kan pasti punya prosedur," katanya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan penyidik masih memeriksa sejumlah pihak terkait kasus beras, termasuk di antaranya PT IBU. Belum ada penetapan tersangka.
"Yang ditangani kepolisian masalah undang-undang perlindungan komsumen dan pangan. Ada beda yang tertera di label dengan hasil uji laboratorium tentang kandungannya. Termasuk undang-undang pangan juga. Kalau masalah berkaitan pupuk bisa didiskusikan oleh yang kompeten di bidangnya," kata Rikwanto. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved