Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PRAKTIK ilegal dalam penanganan terhadap pasien dan gangguan kejiwaan pecandu narkoba diduga terjadi di sejumlah klinik di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat.
Klinik yang melakukan praktik ilegal ternyata masih beroperasi dengan bebas. Dari hasil penelusuran Media Indonesia ke Klinik Mangga Besar 8 di Jalan Mangga Besar Nomor 8, Jakarta Barat, terkuaklah praktik penanganan pasien tanpa adanya prosedur sesuai dengan standar maupun pendampingan tim medis.
Di klinik tersebutlah seorang pasien berinisial Y menjalani perawatan. Pihak keluarga yang berinisial M, 38, mengatakan enam bulan lalu Y datang ke klinik tersebut untuk mendapat penanganan atas depresi yang dialaminya.
Y kemudian diberi penanganan melalui pemberian infus. "Saya tanya ini kandungannya apa ke dokter, dijawab diazepam untuk penenang. Dia diberi lebih dari enam ampul," kata M saat ditemui di Jakarta, kemarin (Kamis, 6/7).
Dokter di klinik tersebut mengaku pada keluarga Y kandungan dalam infus tersebut ialah diazepam, propofol, dan midazolam.
Satu ampul infus yang berharga Rp700 ribu diberikan untuk satu kali injeksi. M lalu merasa khawatir akan efek infus tersebut karena melihat kondisi Y. Seusai diberi infus itu, Y pasti tidur sekitar 1 jam. Ketika bangun, Y mengaku dia tidur tenang dan mengalami mimpi indah.
"Sekarang dia malah nagih terus mau diinfus," imbuhnya. Setelah melihat Y yang ketagihan untuk terus diberi infus, keluarganya khawatir. Apalagi semakin lama mereka melihat keanehan pada Y. Dia kerap mengalami halusinasi.
"Saya melihatnya, kok, dia itu berhalusinasi terus begitu, ngomong ngelantur enggak jelas. Kami khawatir melihatnya," tuturnya.
Keluarga sempat juga membawa Y ke klinik lain yang jaraknya tidak berjauhan dari Klinik Mangga Besar 8. Y menyambangi beberapa klinik seperti Klinik Sehati dan Klinik Ayudia.
"Di klinik itu justru enggak ditanya lagi rekam medis sebelumnya sudah pernah berobat di mana dan dikasih apa. Itu langsung dikasih infus aja. Semakin parah halusinasinya sekarang," ungkap M.
Saat Media Indonesia menyambangi Klinik Mangga Besar 8, kemarin siang, tampak sejumlah pasien mengantre. Beberapa orang di antara pasien yang sempat berbincang dengan Media Indonesia mengaku mereka pecandu narkoba.
Ketika tiba di klinik berlantai 3 itu, para pasien menuju petugas resepsionis. Tanpa didampingi psikiater dan tanpa mengecek, petugas resepsionis itu merujuk pasien ke ruang dokter jaga.
Tak banyak pula pemeriksaan yang dilakukan dokter jaga itu. Hanya pengecekan tensi darah yang dilakukan pada pasien. Dia tidak pula memeriksa rekam medis si pasien. Setelah itu, ada tiga opsi penanganan yang ditawarkan dokter itu.
Pertama, pemakaian obat minum berupa kapsul yang dihargai Rp50 ribu per kapsul. kedua, penanganan lewat suntikan cairan seharga Rp300 ribu. Yang terakhir, pemberian infus sekitar Rp600 ribu per ampul infus.
Ketika memilih opsi kapsul, tanpa banyak tanya, dokter itu memberikan dua kapsul berwarna merah putih yang hanya dikemas dalam bungkus plastik klip tanpa merek.
"Soal kandungannya, itu rahasia kami, itu racikan kami," tutur dokter yang hanya mengenakan kaus oblong berwarna hitam tersebut kepada Media Indonesia.
Dokter pun tidak mewajibkan pasien untuk melakukan perawatan rutin. "Namun, kalau efek tidak pengaruh, coba saja kita penanganan pakai pengobatan suntik atau infus," pesannya.
Ilegal
Prosedur praktik yang dilakukan klinik tersebut, menurut Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN), Kombes Sulistyandriatmoko, ialah praktik ilegal. Prosedur penanganan dan pemberian obat seperti itu, kata dia, tidak sesuai dengan standar. "Terkait dengan pengobatan kecanduan, itu enggak sesuai dengan aturan," ujarnya, kemarin.
Dalam penanganan kecanduan narkotika, ujar Sulis, ada beberapa tahap sebelum bisa dilakukan tindakan. Pertama, assessment medis oleh dokter yang menangani. Selanjutnya, assessment sosial oleh psikiater.
"Prosesnya, diinterviu, ditanya sudah berapa lama menggunakan narkoba. Pendampingan psikiater enggak main kasih obat saja. Tata caranya itu sudah ada standarnya, yaitu dari WHO (World Health Organization)," tegasnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmadi Priharto mengatakan akan langsung mengecek klinik tersebut. "Kami akan cek. Kalau tidak sesuai, akan tutup," tegasnya. (J-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved