Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Pelarangan Motor di Jalur Ganjil-Genap Dinilai bukan Solusi

Yanurisa Ananta
30/6/2017 11:11
Pelarangan Motor di Jalur Ganjil-Genap Dinilai bukan Solusi
(Dok.MI/Galih Pradipta)

PENGGUNA motor akan dilarang melintas di empat jalur ganjil-genap. Hal itu diwacanakan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dan Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya karena kondisi Jakarta dinilai semakin padat. Saat ini motor hanya dilarang melintas di jalan protokol mulai Bundaran HI- Jalan MH Thamrin-Jalan Medan Merdeka Barat.

"Nanti diperpanjang ke area ganjil-genap, tapi penerapannya belum tahu kapan tunggu kajian dulu karena akan digodok di FGD (focus group discussion) yang melibatkan pakar," ujar Kepala Dishub Andri Yansyah.

Sejak pertengahan tahun lalu, sistem ganjil-genap diberlakukan bagi mobil di empat jalan protokol, yakni Jalan MH Thamri, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Gatot Subroto, dan Jalan HR Rasuna Said mulai pukul 07.00-10.00 dan 16.00-20.00 WIB.

Pertimbangan untuk melarang motor melewati jalur ganjil-genap tersebut memang terkait dengan sejumlah pekerjaan di beberapa ruas jalan, seperti Jalan MT Haryono dan Mampang, yang sering macet parah.

"Mungkin setelah (libur) Lebaran. Bisa juga berlaku sementara menunggu pembangunan-pembangunan fly over, underpass, Simpang Susun Semanggi. Kalau dianggap bakal efektif kita akan susun time table kemudian sosialisasi dulu," imbuhnya.

Namun, pengamat transportasi Universitas Trisakti Yayat Supriyatna menilai rencana ini akan membawa masalah baru. Alasannya, banyak pekerja yang berkantor di area ganjil-genap.

Sebagian dari mereka menggunakan moda kereta api dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan ojek daring dari stasiun. "Ini akan merugikan mereka. Padahal harusnya mereka diapresiasi karena tidak bawa kendaraan pribadi. Ini harus jadi pertimbangan," kata Yayat.

Menurutnya, 30% kendaraan di jalanan Jakarta ialah motor yang dianggap sebagai 'dewa penyelamat' karena moda transportasi yang ada belum terintegrasi.

Untuk mengatasi kemacetan, ujarnya, lebih baik pemerintah membenahi sistem transportasi massal dan penerapan electronic road pricing (ERP). "ERP tapi jangan lama-lama. Yang punya mobil kena bayar. Sambil begitu, angkutan umum diperbaiki." Imbuh Yayat. (Aya/J-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik