Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
KINI Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara, punya saingan baru.
Persis di seberang RPTRA Kalijodo, dipisahkan Kali Angke, lokalisasi, yang merupakan reinkarnasi Kalijodo lama, berdiri.
Saat disambangi, kemarin, lokalisasi baru Kalijodo tak kalah ramai dengan RPTRA Kalijodo.
Jika RPTRA Kalijodo dipenuhi anak-anak muda yang tengah menikmati arena ketangkasan, di seberang kali, tepatnya di lokalisasi Kalijodo, geliat kegiatan prostitusi mulai ramai, bahkan pada Ramadan.
Dengan berada persis di bawah Jalan Layang Tol Pluit-Tomang, lokalisasi baru itu punya suasana yang sama dengan lokalisasi lama yang dibongkar Pemprov DKI Jakarta pada Februari 2016.
Di bedeng-bedeng yang dibangun sekenanya, para pemilik membangun kafe seadanya.
Dentuman suara musik keluar dari tiap kafe, seperti tengah beradu suara dengan speaker masjid yang sedang menggelar salat Tarawih.
Di bagian beranda depan bedeng ada meja dan sofa untuk para tamu.
Mereka ke situ sebelum masuk bilik kamar.
Ln, pekerja seks komersial (PSK) di sana, mengatakan Kalijodo reborn itu baru berdiri dua pekan lalu.
Pemilik kafenya, disebutnya, ialah para pemilik kafe yang dulu diratakan Pemprov DKI.
"Kalau pekerjanya, kebanyakan cewek-cewek Kalijodo lama, tapi ada juga yang pendatang baru," tutur gadis asal Indramayu itu.
Begitu Magrib tiba, perempuan berusia 23 tahun itu sudah duduk manis di depan kafe, menyapa tiap laki-laki yang melintas.
"Meski bulan puasa, di sini tetap ramai, mas. Malam minggu lalu saja, baru pukul 23.00, saya sudah layani lima tamu," kata Ln yang pada malam itu mengenakan setelan tank top dan hot pant warna biru.
Di kafe tempat dia bekerja, terdapat empat kamar untuk tamu.
Kamar-kamar itu hanya disekat papan tripleks.
"Murah-meriah di sini Mas, Rp200 ribu saja. Kalau hanya menemani tamu minum bir, cukup kasih tip Rp50 ribu," ujarnya.
Tak peduli Ramadan
Dalam pembicaraan yang santai tersebut, Ln menyebut tokoh kawasan Kalijodo Abdul Azis atau Daeng Azis yang menguasai kawasan baru itu.
Meski pemilik kafe di situ berbeda, Daeng Azis disebutnya merajai lokalisasi itu.
"Kalau ada bos Azis (Daeng Azis) lewat atau datang, kami harus masuk ke kafe, termasuk tamu, supaya enggak terlalu terlihat ada PSK. Bos maunya bisnis prostitusi ini berjalan rapi, tidak begitu mencolok," ujarnya.
Karena itu, sambungnya, di bagian depan kafe dipajang rencengan kopi saset untuk mengesankan kafe-kafe tersebut hanya tempat minum kopi.
Namun, faktanya, di tempat itu, selain ada PSK, tiap kafe menyediakan bir.
Jika dilihat dari banyaknya tamu yang datang, sekali pun pada malam Ramadan, nilai perputaran uang di lokalisasi itu diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah per malamnya.
Hitungannya, minuman bir yang terjual dalam satu malam bisa mencapai 10 botol-20 bo-tol tiap kafe.
Satu botol bir dari berbagai merek dijual dengan harga Rp60 ribu sampai Rp90 ribu.
Sementara itu, tarif jasa PSK Rp200 ribu untuk sekali pelayanan.
"Kalau ramai, kafe saya bisa kedatangan 20 orang. Bulan puasa hari ketiga saja ramai. Kalau hari pertama dan kedua puasa kami memang tutup," ujar Wt, PSK lainnya.
Sartini, 59, penjual kopi yang berjualan di ujung jalan masuk kawasan, mengaku tak pernah ada razia yang dilakukan Pemprov DKI dan aparat keamanan terhadap kafe-kafe itu.
"Belum ada razia. Itu si Azis, rajanya," kata Sartini. (J-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved