Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Rerouting di DKI Jakarta Harus Adil

Yanurisa Ananta
23/5/2017 02:30
Rerouting di DKI Jakarta Harus Adil
(ANTARA)

MENGATASI masalah kemacetan harus didukung melalui kebijakan yang adil. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta hendaknya tidak mengeluarkan kebijakan diskriminatif terkait dengan penataan ulang rute (rerouting) transportasi umum.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo menyatakan hal itu di Jakarta, Senin (22/5). Perlakuan sejajar kepada setiap pengelola angkutan umum, ujarnya, akan memastikan moda transportasi bisa bersaing dengan Trans-Jakarta, DAMRI, atau PPD.

Pemprov DKI harus membuka kesempatan bagi siapa saja mengelola angkutan demi mengintegrasikan seluruh moda transportasi di Ibu Kota. “Yang penting, pastikan semua kebijakan untuk tujuan optimalisasi rerouting. Kebijakan harus saling mendukung dengan moda transportasi mass rapid transit (MRT) dan light rail transit (LRT) yang beroperasi kurang lima tahun dari sekarang,” papar Agus Pambagyo.

Semua transportasi, imbuhnya, harus terintegrasi agar transportasi lain mendapat kepastian rute. Jangan sampai rute yang diberikan kepada moda transportasi lain ternyata kering. “Dibuat jelas mana feeder, mana soft feeder, supaya pemilik kendaraan punya kepastian.”

Agus mencatat, kesemrawutan dan kemacetan tidak lepas dari lemahnya implementasi aturan Pemprov DKI, termasuk kebijakan integrasi angkutan umum Jabodetabek. Pemprov DKI juga dianggap kurang mematuhi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam Rangka Pelaksanaan Tata Ruang.

“Belum ada kebijakan yang jelas dan tegas terkait rerouting angkutan umum. Pemprov DKI juga tidak patuh melaksanakan kebijakan pola transportasi makro. Usulan jenis moda bisa tiba-tiba muncul dan tiba-tiba hilang, misalnya monorel,” sindirnya.


Mobil murah

Agus menilai Peraturan Pemerintah Nomor 41/2013 tentang Barang Kena Pajak juga berdampak pada kemacetan. PP tersebut membuat harga mobil yang seharusnya mahal menjadi murah dan diminati masyarakat.

Selain itu, Pemprov DKI belum mempercepat implementasi sistem electronic road pricing (ERP) untuk pembayaran denda secara elektronik untuk menghindari pungli. Belum ada pula kebijakan mengenai kepemilikan kendaraan (electronic registration identification) untuk penindakan.

Berdasarkan data Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), jumlah mobil di Jakarta sudah mencapai 4,39 juta unit dan sepeda motor sebanyak 13,08 juta unit. Jumlah itu berlipat pada hari kerja karena warga Bodetabek beraktivitas di Jakarta.

Jumlah total kendaraan di Jabodetabek sebanyak 24,89 juta unit. Total penduduk Jabodetabek 21 juta jiwa, termasuk di dalamnya 10,07 juta warga DKI Jakarta. Pada 2015, total perjalanan Jabodetabek mencapai 47,5 juta per hari. Di Jakarta, setiap hari 23,42 juta orang melakukan kegiatan perjalanan. Kereta komuter dipenuhi 4,06 juta orang per hari.

Menjawab kritikan Agus, Kepala Dinas Perhubungan dan Transpotasi DKI Jakarta Andri Yansyah menyebut dalam membuat rerouting pihaknya menekankan tidak boleh ada rute berimpitan. Sebesar 20% saja rute Jabodetabek terjangkau sudah baik.

Secara terpisah, Ketua BPTJ Elly Adriani Sinaga menargetkan 40% penduduk Jakarta menggunakan angkutan umum pada 2019. “Saat ini baru 5% warga Jakarta menggunakan commuter line dan bus rail transit (BRT). Adapun pengguna angkot, bus kota, dan ojek berkisar 5%-10%,” tandasnya. (J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya