LIMA hingga tujuh tahun silam, jika ada pasien dengan tangan terluka sampai tidak lagi berfungsi alias lumpuh, Oskar Aszmann mengaku menyerah. "Mungkin saya sudah mengangkat bahu dan bilang kepadanya bahwa saya tidak dapat lagi berbuat apa-apa," kata dokter spesialis bedah itu. Itu dulu. Kini Aszmann bersama timnya di Universitas Kedokteran Wina, Austria, telah berhasil mengembangkan apa yang mereka sebut rekonstruksi bionik pada tiga pasien; perdana di dunia. Ketiga pasien itu sudah memiliki lagi tangan-tangan prostetik atau bionik yang dikendalikan dengan menggunakan saraf dan otot yang ditransplantasikan dari kaki ke tangan. Operasi tangan bionik dilakukan pada ketiganya antara April 2011 dan Mei 2014. "Untuk pertama kalinya sejak mengalami kecelakaan, ketiga pasien telah mampu melakukan kegiatan sehari-hari seperti mengangkat bola, menuang air dengan teko, menggunakan kunci, memotong makanan dengan menggunakan pisau, atau melepas kancing baju dengan menggunakan kedua tangan," demikian dinyatakan dalam jurnal kedokteran The Lancet, Rabu (25/2), yang memuat studi rekonstruksi bionik yang dilakukan Aszmann beserta timnya. Awalnya, ketiga pasien itu menderita luka--akibat kecelakaan mobil dan pendakian--pada brachial plexus, yakni jaringan saraf dari tulang belakang ke tubuh bagian atas. Luka semacam itu bagaikan amputasi yang terjadi di bagian dalam, yang membuat tangan tidak lagi bersentuhan dengan saraf. Mereka setuju untuk dipasangi tangan bionik dengan menjalani sederet tahap, termasuk amputasi, transplantasi saraf dan otot, juga belajar memerintah tangan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kebutuhan.
Risiko kecil
Menurut Aszmann, risiko rekonstruksi bionik itu lebih kecil ketimbang transplantasi tangan. Pada transplantasi tangan, kata Aszmann, pasien butuh obat penekan daya tahan tubuh untuk menghindarkan risiko penolakan tubuh saat tangan donor dipasang. Obat itu pun berisiko gangguan kesehatan serius. Adapun tangan prostetik yang umum digunakan dalam dunia medis dapat diaktifkan hanya dengan penyetelan manual. "Selain itu, tentu saja, karena itu tangan bionik (prostetik, palsu), kita jadi tidak punya rasa. Itu kan bukan daging dan darah, melainkan plastik. Namun coba kita lihat dari sisi fungsionalnya," jelasnya. Prosedur rekonstruksi bionik diperkirakan memakan biaya 30 ribu euro atau US$33.960, sekitar Rp438 juta.
Adapun prosedur perdana pada tiga pasien didanai sejumlah pihak termasuk Dewan Riset dan Pengembangan Teknologi Austria dan laboratorium yang didanai pembuat tangan prostetik Otto Bock. Satu dari tiga pasien rekonstruksi bionik itu ialah Milorad Marinkovic, 30, yang tangan kanannya lumpuh akibat kecelakaan motor 10 tahun silam. "Saya bisa melakukan hampir semuanya dengan tangan kanan baru saya ini. Hanya saja saya tidak bisa merasakannya," tutur dia. Yang paling seru, kata Marinkovic, ialah saat dia berjalan-jalan bersama anak laki-lakinya yang berusia 4 tahun. "Dia dengan bangga bilang ke teman-temannya di taman kanak-kanak bahwa ayahnya robot!" kisah Marinkovic.
Risiko kecil
Menurut Aszmann, risiko rekonstruksi bionik itu lebih kecil ketimbang transplantasi tangan. Pada transplantasi tangan, kata Aszmann, pasien butuh obat penekan daya tahan tubuh untuk menghindarkan risiko penolakan tubuh saat tangan donor dipasang. Obat itu pun berisiko gangguan kesehatan serius. Adapun tangan prostetik yang umum digunakan dalam dunia medis dapat diaktifkan hanya dengan penyetelan manual. "Selain itu, tentu saja, karena itu tangan bionik (prostetik, palsu), kita jadi tidak punya rasa. Itu kan bukan daging dan darah, melainkan plastik. Namun coba kita lihat dari sisi fungsionalnya," jelasnya. Prosedur rekonstruksi bionik diperkirakan memakan biaya 30 ribu euro atau US$33.960, sekitar Rp438 juta.
Adapun prosedur perdana pada tiga pasien didanai sejumlah pihak termasuk Dewan Riset dan Pengembangan Teknologi Austria dan laboratorium yang didanai pembuat tangan prostetik Otto Bock. Satu dari tiga pasien rekonstruksi bionik itu ialah Milorad Marinkovic, 30, yang tangan kanannya lumpuh akibat kecelakaan motor 10 tahun silam. "Saya bisa melakukan hampir semuanya dengan tangan kanan baru saya ini. Hanya saja saya tidak bisa merasakannya," tutur dia. Yang paling seru, kata Marinkovic, ialah saat dia berjalan-jalan bersama anak laki-lakinya yang berusia 4 tahun. "Dia dengan bangga bilang ke teman-temannya di taman kanak-kanak bahwa ayahnya robot!" kisah Marinkovic.