Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
ANDA memesan sebuah robot secara daring dan menyalakannya di rumah. Awalnya, robot tersebut tidak melakukan apa-apa selain mengikuti Anda dan memperhatikan kegiatan Anda sehari-hari seperti berjalan dengan hewan peliharaan, membuat lasagna, atau menyuci piring. Lambat laun, robot tersebut telah belajar menjadi pengganti Anda sehingga Anda dapat fokus melakukan hal yang lainnya. Hal tersebut ialah dunia yang dibayangkan Suzanne Gildert dan Geordie Rose yang akhirnya membentuk Kindred, sebuah perusahaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang bersifat ultrarahasia.
Gildert dan Rose membentuk Kindred dengan tujuan membuat robot sepintar manusia dengan cara menempatkan mereka di sisi manusia dan mengajarkan mereka seperti apa yang manusia lakukan. Perusahaan yang berbasis di Vancouver, Kanada, dan didanai Google tersebut didukung sejumlah ahli AI terkemuka dan telah membawa Kindred membuat kemajuan menuju tujuan yang berani. "Manusia dan AI yang bekerja sama untuk mengendalikan robot selalu lebih baik daripada robot itu sendiri," ujar Rose. Mengajari robot untuk belajar sendiri merupakan tujuan utama dari setiap penelitian AI.
Perusahaan-perusahaan teknologi besar termasuk Facebook, Google, dan Baidu milik Tiongkok, semuanya berlomba untuk mengembangkan teknologi terbaik. Meskipun sejumlah terobosan seperti berbicara dan mengenali gambar, tetapi robot masih sulit untuk menangani tugas-tugas fisik dasar seperti menggenggam benda. Oleh karena itu, Kindred tengah mencoba untuk mengatasi masalah ketangkasan fisik pada robot. Gildert ialah seorang pakar fisika yang datang dengan ide menggunakan kontrol manusia untuk melatih algoritme robot ketika bekerja di D-Wave, sebuah perusahaan komputasi quantum yang didirikan Rose.
Perusahaan tersebut mengembangkan teknologi esoteris yang melewati hukum fisika untuk mengolah data lebih cepat dari mesin tradisional. Gildert kemudian berusaha mencari tahu cara terbaik untuk melatih mesin untuk seperti manusia. Namun, tidak seperti algoritme pengenalan gambar yang bisa memanfaatkan data gambar di web, tidak terdapat aturan yang jelas untuk data pelatihan. "Manusia dapat memasok data pelatihan dengan menggerakkan robot, namun jika ingin data pelatihan yang baik maka dibutuhkan situasi yang mendalam," ujar Gildert. Gildert dan Rose meninggalkan D-Wave pada 2014 untuk membentuk Kindred, dan sejak itu mereka telah mengumpulkan sekitar 50 robot untuk diuji.
Percobaan khusus
Mereka melakukan percobaan khusus dengan operator manusia yang menggunakan headset virtual reality untuk bisa melihat seperti yang robot lihat dan menggunakan alat kontrol genggam untuk membantu robot mengambil objek. Setiap kali manusia membantu robot, algoritme menggunakan data tersebut untuk mempelajari dan membuat mesin lebih cerdas dari waktu ke waktu. Menurut Rose, teknik ini memungkinkan robot untuk melakukan hal-hal yang mereka tidak bisa lakukan sendiri dan sekaligus membuat mereka lebih mampu. Teknik tersebut juga dapat diterapkan untuk tugas-tugas yang lebih abstrak seperti belajar bagaimana membuat seseorang tertawa atau intuisi bagaimana perasaan mereka.
Rose menyebut teknologi 'proto-kecerdasan' saat ini mirip dengan buyut manusia setinggat AI, yang suatu hari nanti akan menjadi kenyataan. Kindred direncanakan akan menerbitkan temuan-temuannya dalam jurnal akademik atau mempresentasikannya di konferensi, praktik yang dilakukan peneliti AI untuk memvalidasi terobosan mereka, dan mengundang orang lain untuk mendukung mereka. "Jelas ini masih terlalu dini untuk mengatakan apakah ini adalah cara pasti untuk kita mendapatkan kecerdasan mesin yang nyata," ujar Andy Wheeler, salah satu investor di Kindred. Sampai saat ini perusahaan tersebut berhasil menarik $15 juta dari para investor, termasuk Google, Eclipse, Data Collective, First Round Capital, dan Bloomberg Beta.
Saat ini, menurut Rose, Kindred juga tengah berusaha memfokuskan penelitian mereka ke dalam dunia nyata melalui kemitraan dengan perusahaan industri robotika yang telah ada. "Kami melihat kesempatan untuk menggunakan dasar yang sudah ada pada ratusan ribu robot yang berada di luar sana di dunia," ujar Gildert.
Robot multiguna
Sebuah teknologi perusahaan diharapkan dapat digunakan untuk membantu membuat robot multiguna yang dapat mempelajari tugas apa pun dari mengemas bahan makanan hingga melakukan sebuah simfoni untuk menghibur seseorang yang sedih, hanya dengan memperhatikan bagaimana manusia melakukan hal-hal tersebut. "Kesempatan di sini adalah untuk membangun sebuah mesin dengan tujuan umum yang memiliki sejumlah kemampuan yang manusia miliki dan belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Rose.
Salah satu robot yang terlihat mirip manusia ialah Chihira Kanae yang hadir dalam travel fair terbesar di dunia di Berlin, Jerman, pada Maret lalu. Kanae bertugas menjadi menjadi penyambut para pengunjung dengan menjawab pertanyaan dan membimbing pengunjung yang datang. Namun, Kanae yang terlihat seperti manusia hidup dengan rambut cokelat panjang tersebut tidak bisa menjawab ketika salah satu pengunjung bertanya tentang hal yang tidak berkaitan dengan acara tersebut.
Itu karena Kanae ialah robot versi ketiga yang dikembangkan Toshiba hanya bisa menjawab pertanyaan yang sudah diprogram. Selain Kanae, terdapat pula Mario, robot merah putih kecil yang dibuat perusahaan Prancis, Aldebaran Robotics, yang mampu memeriksa tamu di hotel seperti memberikan kunci kamar hotel kepada tamu. (Bloomberg/Reuters/I-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved