Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Indonesia Tuntut Perusahaan Asing Restorasi Lahan Gambut

Christian Dior Simbolon
22/9/2016 22:10
Indonesia Tuntut Perusahaan Asing Restorasi Lahan Gambut
(ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

INDONESIA menuntut perusahaan-perusahaan asing yang turut serta merestorasi jutaan hektare lahan gambut di Tanah Air. Pasalnya, kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh oknum-oknum di dalam negeri, tapi juga akibat eksploitasi perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.

Hal itu diungkapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla seusai menghadiri forum 'Donor and Investor Meeting on Indonesian Peatland Conservation' di Kantor World Economic Forum (WEF), New York, Amerika Serikat, Rabu (21/9) siang waktu setempat.

"Bukan hanya tanggung jawab Indonesia saja. Saya katakan tadi (kepada para calon investor), kalian datang ke Indonesia hancurkan hutan kita. Selama puluhan tahun hutan kita habis karena illegal logging, jadi bahan baku membuat tisu, meja, kursi, dan lain-lainnya. Ya, tanggung jawab dong," tegas Kalla.

Dijelaskan Wapres, kerusakan hutan gambut menjadi salah satu persoalan utama yang harus diselesaikan pemerintah dan semua pemangku kepentingan. Setiap tahun, bencana asap melanda Indonesia dan berimbas terhadap sejumlah negara tetangga akibat kebakaran hutan gambut yang rusak.

"Tiap tahun itu (bencana asap) jadi masalah besar buat kita. Pertemuan ini bentuk upaya Indonesia menjalin kerja sama internasional. Kita tidak mungkin lakukan ini sendiri. Butuh miliaran dolar untuk merestorasi gambut yang rusak itu," jelasnya.

Kalla menjelaskan, ada sejumlah skema yang ditawarkan kepada para investor. Selain skema investasi di lahan gambut, pemerintah juga menawarkan skema carbon credit seperti dalam kerja sama REDD+ antara Indonesia dan Norwegia beberapa tahun lalu.

"Dulu dengan Norwegia juga sudah ada REDD+ kan? Tapi, kita sendiri belum laksanakan dengan baik. Dari sisi Indonesia, kita siapkan regulasi dan siapkan modal juga. Kita siap untuk benar-benar transparan," tegas Kalla.

Lantas apa insentif bagi perusahaan asing? Menurut Kalla, insentif terbesar bagi perusahan asing ialah perbaikan perubahan iklim dan mencegah kian parahnya pemanasan global. Perusahaan asing dan negara-negara di seluruh dunia punya kepentingan untuk menjaga hutan Indonesia tetap lestari sebagai paru-paru dunia.

"Karena kalau hutan Indonesia rusak, yang kena juga kan semua negara. Climate change bukan hanya memengaruhi Indonesia saja. Dunia akan rusak, jutaan karbon akan lepas dan ini akan jadi masalah bagi seluruh dunia," cetusnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead mengatakan, dibutuhkan US$5.000-7.000 untuk merestorasi lahan gambut yang rusak. "Ada 4 juta hektare lebih lahan yang ada. Target hingga lima tahun ke depan ada 2 juta hektare yang bisa direstorasi," katanya.

Selain tertarik berinvestasi dengan skema perdagangan karbon, menurut Nazir, investor dan negara-negara asing juga tertarik untuk berinvestasi menanami lahan gambut dengan beragam tanaman pangan dan tanaman perkebunan.

"Salah satunya adalah kelapa. Kelapa saat ini sedang naik daun. Satu ton kelapa itu bisa senilai US$4.400. Jadi yang punya tanaman kelapa, pasti dicari. Tentunya kita siapkan kebijakan sekaligus tanaman pangan atau perkebunan lainnya," tandasnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik