Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Cerutu untuk sang Diktator

(AFP/AP/adiyanto/X-9)
15/8/2016 01:30
Cerutu untuk sang Diktator
(AP/CUBADEBATE/ISMAEL FRANCISCO)

PRIA berambut dan berjanggut putih itu tampak lemah duduk di kursinya. Kendati begitu, dia tetap tersenyum menyapa setiap tamu yang hadir. Sabtu (13/8) lalu, pria tua itu menjadi sorotan di perayakan ulang tahunnya yang ke-90. Bertempat di Teater Karl Marx Havana, sejumlah tamu penting hadir, termasuk Nicolas Maduro, Presiden Venezuela. Pria yang sedang merayakan hari bahagianya itu memang bukan orang sembarangan di Kuba. Dia tak lain ialah Fidel Castro, mantan orang nomor satu di negara komunis tersebut. Hari itu, Castro yang tampil untuk pertama kalinya di hadapan publik sejak April lalu didampingi saudaranya yang kini jadi Presiden Kuba, Raul Castro. Perayaan ultah sang revolusioner itu ditandai pembuatan cerutu terpanjang di dunia. Rokok khas Kuba sepanjang 90 meter itu merupakan hasil karya ahli tembakau legendaris, Jose Castelar. Penampilan Castro di masa lalu memang identik dengan cerutu Kuba. Sebuah pesta jalanan juga digelar di ibu kota Kuba, Havana, Jumat (12/8), dan kembang api dinyalakan ketika jarum jam menandai pergantian hari. Sebuah pameran foto dan lukisan juga dipersembahkan untuk sang mantan diktator di Museum Havana. "Kami akan merayakan ulang tahun ke-90 pria yang tak pernah mati," kata Maduro sebelum menghadiri perayaan ultah koleganya itu. Dalam beberapa hari terakhir, surat kabar setempat memuat artikel ataupun foto sang ikon perlawanan terhadap dunia Barat itu. Castro yang berkuasa sejak 1959 setelah menumbangkan diktator Fulgencio Batista mundur dari politik pada 2006 karena alasan kesehatan. Dua tahun berselang, dia secara resmi digantikan saudaranya, Raul.

Selama kekuasaannya, Castro setidaknya telah menjadi musuh bagi 10 Presiden AS. Kendati kini hubungan AS-Kuba mulai membaik, sikap Castro terhadap 'Negeri Abang Sam' tetap galak. Belum lama ini, dia mengkritik Presiden Barack Obama dalam sebuah kolom surat kabar. Dia mengecam Obama yang tidak meminta maaf kepada rakyat Hiroshima untuk bom nuklir yang dijatuhkan di sana oleh AS dalam Perang Dunia II. Obama mengunjungi kota di Jepang itu pada Mei lalu. 'Dia tidak mempunyai kata-kata untuk meminta maaf atas pembunuhan ratusan ribu orang', tulis Castro. Kendati tak lagi memegang kekuasaan, Castro tetap dihormati. Wajahnya yang sedang tersenyum banyak ditemui di sejumlah papan reklame di negara kepulauan Karibia itu. Menurut pakar, meski tidak lagi jadi presiden, Castro tetap masih dihormati rakyat Kuba. "Dia memunyai pengaruh tidak langsung kepada figur tertentu terutama yang tidak menyukai reformasi yang dibuat Raul," kata Kevin Casas-Zamora, ilmuwan politik dari Universitas Oxford. Raul, 85, memang mengubah kebijakan ekonomi dan hubungan luar negeri Kuba.

Dia bahkan memperbaiki hubungan diplomatik dengan musuh utama Castro, Amerika Serikat. Maret lalu, Obama bahkan mengunjungi Kuba. "Fidel itu segalanya. Bahkan, kalau rakyat Kuba memberontak, saya pikir kami harus berterima kasih kepadanya," kata Manuel Bravo, 48, warga Havana. Namun, dalam kenangan sejumlah pegiat hak asasi manusia, Castro adalah pemimpin yang kejam. "Saya mengenang dia sebagai diktator. Dia manusia dengan tiga E, egomaniak, egotistical, dan egosentris," kata Martha Beatriz, 71, aktivis anti-Castro yang pernah dipenjara pada 2003. Castro yang dulu berkuasa dan ditakuti, kini semakin tua. Saat berpidato terakhir kali di muka umum pada penutupan Kongres Partai Komunis Kuba, 19 April lalu, sang pejuang pun menyadari eranya telah berubah. "Seperti yang lainnya, saya juga segera beristirahat. Giliran yang lainnya untuk menggantikan," ujarnya dengan suara parau.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya