Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Sejumlah kritikus mengatakan undangundang itu dirancang secara khusus oleh militer untuk mempertahankan kontrol atas kekuasaan.
PEMIMPIN junta Thailand, Jenderal Prayuth Chan-ocha, mengatakan bakal mempercepat pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) pada November 2017. Pelaksanaan pemilu itu di bawah ketentuan konstitusi baru yang menjamin kontrol militer atas pemerintahan selanjutnya.
Perdana Menteri (PM) Prayuth, mantan pemimpin Angkatan Bersenjata Thailand yang mengudeta PM Yingluck Shinawatra pada 2014, telah menyatakan sebelumnya ia akan mengadakan pemilu tahun depan, tapi tanpa spesifik menetapkan bulannya.
Prayuth hanya mengatakan dia memiliki peta jalan demokrasi di bawah kekuasaan yang dikembalikan ke sebuah pemerintahan sipil. "Mari kita hitung hari ini (Selasa) sebagai hari 1 dalam daftar program peta jalan. Jika Anda mengikuti peta jalan, itu akan menempatkan kita pada November 2017 ketika semua proses sempurna. Jadi, kenapa pemilu harus dilaksanakan pada 2018?" tegasnya.
Komentar Prayuth datang dua hari setelah konstitusi baru disetujui 61,4% pemilih dalam referendum yang digelar Minggu (7/8). Namun, sejumlah kritikus mengatakan UU itu dirancang khusus oleh militer guna mempertahankan kontrol atas kekuasaan.
Pasalnya, seperti diungkapkan kaum oposisi, konstitusi itu menetapkan struktur senat yang ditunjuk yang dapat memilih perdana menteri tanpa melalui pemilihan. Selain itu, banyak lembaga kunci pemerintahan, pengadilan, dan lainnya yang tetap berada di bawah pengaruh militer.
Indikasi atau ekspresi minor juga dikuatkan sikap pemerintah Prayuth yang melarang diskusi atau perdebatan tentang konstitusi baru sebelum pemungutan suara digelar. Hal itu praktis menutup upaya pihak yang menentang untuk menjelaskan pandangan mereka kepada orang lain atau publik tentang regulasi tersebut.
Konstitusi itu secara legal formal lemah karena tingkat pemilih dalam referendum hanya sekitar 55%, yang berarti hanya sepertiga dari pemilih yang mengesahkan atau menyetujui konstitusi baru.
Hardik wartawan
Seorang wartawan meminta Prayuth mengomentari poin-poin yang dikritik sejumlah orang terkait konstitusi baru dan proses referendum yang disuarakan oposisi dan masyarakat internasional.
"Itu urusan pribadi mereka untuk berkomentar. Mereka bisa mengatakan apa pun yang mereka inginkan, tapi kami tidak akan repot-repot merespons karena referendum menunjukkan bahwa kita menggunakan standar internasional," kata Prayuth merespons si wartawan.
Tak dinyana, Prayut memaki wartawan yang mengajukan pertanyaan tadi dan menanyakan apakah dia bekerja untuk sebuah organisasi asing. Lalu ia bergumam, "Dia tidak mencintai negerinya sendiri."
Sang jenderal juga tak menampik dirinya akan menjadi perdana menteri lagi jika senat memilih dia. "Kenapa kau bertanya padaku? Bukan saya yang memutuskan ini. Pergi dan meminta (jawabannya) ke partai politik!" hardiknya.
Mantan PM Yingluck menyebut kemenangan para jenderal yang berkuasa atas konstitusi baru dalam referendum adalah sebuah langkah 'mundur' untuk Thailand. Ia mengaku tidak terkejut dengan hasil referendum karena pemerintah membungkam perdebatan mengenai konstitusi. "Saya sedih dengan fakta bahwa negara kita melangkah mundur demi konstitusi yang tidak demokratis," tegas PM perempuan pertama Thailand itu.
Partai Yingluck yang prodemokrasi, Pheu Thai, dipandang banyak kalangan masih memiliki basis dukungan massa dan menggenggam kekuatan mobilisasi pendukung meski junta telah mencoba 'membenamkan' klan Shinawatra. (AFP/AP/I-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved