Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
KONGRES Amerika Serikat (AS) jatuh ke dalam kekacauan dalam pemilihan Ketua DPR. Kevin McCarthy, yang diusung Partai Republik, gagal menjadi orang kedua di 'Negeri Paman Sam' itu setelah Presiden.
Ini menjadi kebuntuan untuk pertama kalinya dalam satu abad. Partai Republik gagal mengusung jagoan mereka setelah tiga kali kesempatan lobi-lobi.
Alih-alih merayakan kendali baru mereka atas DPR, partai tersebut malah menghadapi perjuangan berlarut-larut untuk memilih seorang ketua DPR. Itu juga dapat semakin memperdalam perpecahan internal dan mempertaruhkan karier politik McCarthy.
Baca juga: AS Bela Kebijakan Wajib Tes Covid-19 Bagi Pelancong Asal Tiongkok
Pria berusia 57 tahun itu membutuhkan 218 suara di majelis rendah, yang berubah menjadi mayoritas tipis 222-212 dari Partai Republik setelah pemilihan paruh waktu tahun lalu. Dia gagal terpilih karena 19 pendukung Donald Trump enggan memilihnya.
Dia pun kalah oleh Hakeem Jeffries di putaran ketiga pemungutan suara. McCarthy telah lama mendambakan peran tersebut, setelah mengundurkan diri dari pencalonan pada 2015 di tengah sejumlah kesalahan dan pemberontakan sayap kanan.
Kali ini, dia sekali lagi tersandung oleh pemberontak sayap kanan di partainya. Seluruh anggota parlemen setuju menunda pemilihan ini hingga Rabu (4/1).
Konsolidasi pun dilakukan lagi Partai Republik usai deadlock ini.
"Kenyataannya adalah pendukung Kevin McCarthy tidak memiliki suara," kata Byron Donalds dari Florida.
Terakhir kali diperlukan lebih dari satu putaran pemungutan suara untuk memilih seorang pembicara pada awal Kongres baru adalah seabad yang lalu, pada 1923.
Proses pemilihan seorang ketua DPR AS pada 1855 membutuhkan 133 putaran pemungutan suara yang berlangsung selama dua bulan. (Straits Times/OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved