Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
KETIKA semua mata tertuju pada pandemi covid-19, sebenarnya ada masalah yang tidak kalah pentingnya, yakni mitigasi perubahan iklim. Untuk mencegah planet mencapai titik terpanas dalam sejarah, LSM internasional Sinergia Animal dan organisasi mitra lainya mendesak bank pembangunan internasional untuk mengumumkan divestasi terhadap industri peternakan. Menurut FAO, setidaknya 14,5% dari semua emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia dikeluarkan dari sektor industri peternakan.
“Lembaga keuangan ini memiliki peran besar dalam melakukan mitigasi perubahan iklim dengan membentuk rantai produksi. Mereka dapat memutuskan untuk mendanai praktik pertanian berkelanjutan, atau terus meminjamkan dana miliaran kepada industri peternakan. Selain tidak ramah lingkungan, industri ini juga menempatkan kita pada risiko pandemi baru, ancaman ketahanan pangan, dan juga kekejaman terhadap hewan dan manusia,” jelas Anggodaka, Campaign Manager Act for Farmed Animals (AFFA).
Baca juga: Diversifikasi Pangan Kunci Lawan Ancaman Perubahan Iklim
Pada November tahun lalu, sebanyak 450 bank pembangunan publik di dunia mengumumkan, melalui deklarasi bersama, janji untuk menyelaraskan keputusan pendanaan dengan Perjanjian Paris mengenai perubahan iklim. Dalam surat tersebut, mereka menyatakan bahwa konservasi, pengelolaan dan perlindungan berkelanjutan (keanekaragaman hayati, lautan, dan alam) merupakan fondasi untuk pembangunan dan kesejahteraan semua masyarakat, termasuk dalam merancang sistem pangan yang berkelanjutan.
“Berdasarkan bukti saintifik, kami dapat mengatakan bahwa tidak mungkin untuk menciptakan sistem pangan yang aman, berkelanjutan, dan adil saat kita tahu bahwa sistem tersebut sangat bergantung pada produksi hewan, terutama dalam sistem industri kita saat ini,” kata Anggodaka.
Sinergia Animal merekomendasikan agar investasi pada industri peternakan dihentikan dan beralih ke sistem agroekologi, yakni sistem pertanian asli, agroforestri, pertanian organik, sistem pangan nabati, sistem silvo-pastoral (sistem penggunaan lahan yang menggabungkan penanaman tanaman penghasil makanan ternak dan pepohonan untuk memproduksi hasil kayu dan sekaligus memelihara ternak) serta inisiatif sistem padang rumput permanen dengan intensitas rendah (untuk mengurangi dampak buruk kepada lingkungan).
Sebuah studi terbaru oleh Inter-American Development Bank (IDB) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukkan manfaat tambahan ketika beralih ke ekonomi dengan emisi nol yang bersih, yang mencakup penambahan pola makan berbasis nabati: dapat menciptakan 15 juta pekerjaan baru di Amerika Latin dan Karibia pada 2030.
Sampai dengan saat ini, sudah 5 tahun sejak Perjanjian Paris dilakukan. Pemerintah dari seluruh dunia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca untuk membatasi pemanasan global hingga di bawah 2 derajat Celcius, dibandingkan dengan tingkat pada masa pra-industri. Namun, survei menunjukkan tujuan tersebut mungkin tidak akan dapat tercapai.
“Hasil mengkhawatirkan ini menunjukkan bahwa, jika para pembuat keputusan tidak menanggapi perubahan iklim dengan serius, kita akan menuju titik kritis yang akan mendorong planet ini dalam kerusakan yang permanen. Dan hal ini mungkin dapat terjadi lebih cepat dari yang kita perkirakan,” ungkap Anggodaka. (RO/A-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved