Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
SAAT menanggapi insiden pelanggaran yang dilakukan kapal berbendera Tiongkok di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (19/3) lalu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI mengatakan akan menyelesaikan masalah itu dengan cara dialog mengingat Tiongkok memiliki nilai strategis bagi Indonesia.
Kapal patroli milik Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia sempat menangkap sebuah kapal Tiongkok yang diduga menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna. Kapal berbendara Tiongkok bernama KM Kway Fey 10078 itu tetap berusaha melarikan diri, walau kemudian kapal patroli Hiu 11 sempat melepaskan tembakan peringatan. Tiga personel kapal patroli sempat melompat ke dalam kapal ikan Tiongkok itu untuk mengawal. Namun, ketika kapal patroli mengawal kapal ikan Tiongkok itu, muncul kapal penjaga pantai ‘Negeri Tirai Bambu’ lainnya yang mengejar dan menabrak kapal ikan.
Juru bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir mengatakan insiden itu pasti akan melalui proses panjang. Namun, ia tidak bisa mengonfirmasi masalah itu akan dibawa ke pengadilan internasional atau tidak.
“Yang dikedepankan ialah penyelesaian secara dialog, bilateral karena kita dengan Tiongkok punya kemitraan strategis. Tiongkok juga salah satu negara sahabat baik bagi Indonesia,” kata Arrmantha kepada Media Indonesia, Selasa (22/3).
Pada Senin (21/3), Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi telah memanggil kuasa usaha sementara Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta. Kepada kuasa usaha Tiongkok, Retno menyampaikan keberatan atas tiga pelanggaran, yakni pelanggaran hak berdaulat dan yurisdiksi Indonesia di ZEE serta di landasan kontinen.
Yang kedua ialah pelanggaran upaya penegakan hukum yang dilakukan otoritas Indonesia di wilayah Indonesia. Sementara itu, yang ketiga ialah pelanggaran terhadap kedaulatan laut teritorial Indonesia.
“Menlu sudah menyampaikan soal keberatan-keberatan Indonesia kepada kuasa usaha Kedubes Tiongkok,” sambung Arrmanatha.
Sementara itu, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Ade Supandi mengatakan insiden itu masuk kategori konflik perikanan sehingga sebaiknya diselesaikan melalui jalur diplomasi oleh Kemenlu.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyatakan alasan pemerintah Tiongkok menyebut kapal berbendara Tiongkok itu melakukan penangkapan ikan di area traditional fishing ground tidak bisa dibenarkan. “Alasan yang disampaikan oleh pemerintah Tiongkok mengada-ada Traditional fishing ground dalam Konvensi Hak laut PBB dengan Indonesia dan Tiongkok ialah peserta tidak mengenal konsep tersebut.” (AFP/Aya/Pol/I-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved