Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
MEDIA memiliki peran besar dalam penyebarluasan informasi. Tidak terkecuali selama masa perjuangan kemerdekaan Palestina. Namun dengan kondisi terjajah dan terblokade, memberitakan kebenaran bukanlah hal yang mudah bagi para jurnalis Palestina.
Hal terebut diungkapkan jurnalis perempuan Al Quds, Bushra Jamal Ath-Thawil dalam Online Press Gathering yang digelar Adara Relief International (Adara) pada Rabu (11/4). Menurut wartawati yang pernah empat kali ditawan oleh Israel mengaku termotivasi untuk membebaskan negaranya berdasarkan kisah kelam keluarganya sendiri. Sejak lahir sampai usianya 6 bulan, ayah Bushra dideportasi. Kemudian dalam kurun waktu 14 tahun, ayahnya ditangkap sebanyak delapan kali sebagai tahanan administratif.
Baca juga: Palestina Belajar dari Indonesia
Bushra juga pernah menjadi tawanan Israel bahkan saat ia tengah sakit keras. Alhasil ia tidak mendapatkan perawatan yang memadai karena rumitnya aturan militer Israel. Para tawanan lainnya lambat laun mengalami gangguan kejiwaan karena mendapatkan perilaku yang tidak pantas selama di penjara.
Penderitaan itulah yang memotivasi dia untuk mempelajari ilmu jurnalistik guna mengubah kondisi para tawanan. Ia ingin menyuarakan penderitaan ini melalui media agar sampai ke seluruh penjuru dunia.
“jangankan berita tentang tawanan, sesuatu tentang Palestina misalnya, Al-Aqsa banyak orang tidak tahu. Hukum internasional tidak boleh menangkap orang atau wartawan yang memberitakan sesuatu yang benar-benar terjadi, tapi itulah yang terjadi di Palestina,” kata Bushra.
Lulusan Modern University College di kota Ramallah itu menyebut perhatian dari asosiasi wartawan di Palestina terhadap anggotanya. Itu sebabnya, ia berharap dukungan media internasional. “Sangat disayangkan pihak otoritas Palestina, khusunya asosiasi wartawan di Paletina kurang peduli terhadap apa yang pernah saya alami,” ujarnya. (RO/A-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved