Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Htin Kyaw Prioritaskan Penyelesaian Masalah Etnik

22/3/2016 05:00
Htin Kyaw Prioritaskan Penyelesaian Masalah Etnik
(AFP)

UNTUK pertama kalinya, presiden terpilih Myanmar, Htin Kyaw, Senin (21/3), resmi berkantor.

Hari itu dia juga berpidato di depan parlemen.

Dalam pidatonya, Htin Kyaw mengatakan tentang pentingnya pembentukan kementerian etnik.

Lembaga itu, kata dia, merupakan faktor kunci untuk stabilitas negeri itu.

Myanmar yang dihuni penduduk multietnis kerap dilanda konflik horizontal.

Sejak merdeka dari Inggris pada 1948, konflik bersenjata antaretnis kerap terjadi.

Pemerintahan militer yang berkuasa di negeri itu sejak 1962, bahkan tak mampu memadamkan gerakan separatis.

Namun, terpilihnya Htin Kyaw yang merupakan presiden sipil pertama dalam lima dekade terakhir membawa sedikit harapan akan terwujudnya perdamaian di Myanmar.

Dua hari lalu, sejumlah pemimpin gerakan separatis seperti Taang National Liberation Army (TNLA), Myanmar National Democratic Alliance Army (MNDAA), dan Arakan Army sepakat mendukung pemerintah.

Mereka berharap dapat ikut membangun Myanmar bersama pemerintahan Presiden Htin Kyaw.

Di hadapan anggota parlemen, presiden yang diusung Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (LND) itu mengatakan, "Pembentukan kementerian etnik penting untuk masa depan persatuan Myanmar. Kami butuh kedamaian. Kami perlu membangun dan mewujudkan kesejahteraan."


Perampingan kabinet

Dalam kesempatan itu, Htin Kyaw yang merupakan orang kepercayaan Aung San Suu Kyi menyatakan rencana perampingan kabinet dari yang semula berjumlah 36 menjadi 21 orang.

Susunan kabinet itu akan diumumkan Selasa (22/3).

Ada juga kabar yang mengatakan hal itu baru akan diumumkan seusai presiden dilantik pada 30 Maret mendatang.

Namun, satu hal yang pasti, sejumlah tugas berat telah menanti pemerintahan baru itu. Para pengamat menilai konflik sektarian merupakan masalah utama negeri itu.

Etnis Rakhine yang mayoritas Buddha kerap menindas warga minoritas muslim Rohingya.

Akibat konflik itu, ribuan warga Rohingya kini menyebar ke sejumlah negara tetangga untuk mengungsi.

Selain perseteruan dua etnis itu, di wilayah Kachin, rakyat juga angkat senjata melawan tentara pemerintah lantaran merasa dianaktirikan dalam hal distribusi ekonomi.

Saat berbicara kepada wartawan di Bangkok, kemarin, Volker Turk, asisten Komisi Tinggi untuk Perlindungan PBB mengatakan situasi di Rakhine lebih kompleks dan rumit.

Namun, dia yakin pemerintahan baru Myanmar dapat mencari solusi menyelesaikan persoalan tersebut.

"Tentunya dengan melibatkan semua populasi di sana," tegasnya. (AFP/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya