Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Menyiasati dengan Berhemat

22/3/2016 00:20
Menyiasati dengan Berhemat
(Istimewa)

KETIKA diperintah kantornya untuk bertugas di Singapura, Greg Graham dan istrinya, Sharon, belum bisa membayangkan bagaimana kehidupan di negara Asia itu.

Suami istri asal Bucks County, Pennsylvania, Amerika Serikat, itu buta sama sekali dengan kehidupan di sana.

Tak hanya soal jaraknya yang jauh, kebiasaan dan situasi sosial budaya yang baru membuat pasutri yang dikaruniai tiga anak ini berpikir keras bagaimana mereka menjalani hidup di sana.

Yang paling penting ialah bagaimana mereka bisa betah dengan situasi yang relatif baru.

Apalagi, mereka bakal tinggal untuk waktu yang lama.

Graham ialah seorang insinyur di Merck Sharp and Dohne Pharmaceuticals di Singapura.

"Paling-paling kami mencari tahu dari internet dan teman-teman di sana soal Singapura sehingga kami mempersiapkan semuanya," kata Sharon dalam wawancaranya yang dimuat di laman www.expatarrivals.com.

Kini sudah delapan tahun mereka tinggal di Singapura.

Sharon menggambarkan kehidupan keluarganya di Singapura sebagai hal yang mengejutkan.

Apa yang mereka ketahui dari dunia maya ternyata tak sesuai dengan kenyataan.

Graham dan keluarganya tinggal di sebuah Penth House berlantai dua di pusat Kota Singapura.

Sebagai ekspatriat, Graham terkejut dengan tingginya biaya hidup yang harus dia keluarkan.

Dia menyebutnya extremely high expensive, sangat mahal bila dibandingkan dengan di kampung halamannya.

Untuk biaya sewa tempat tinggal, kata Graham, ia harus merogoh kocek sebesar S$9.600 (sekitar Rp96 juta per bulan).

Tak hanya itu, biaya gas, makanan, pendidikan, dan minuman beralkohol, seperti wine, juga sangat mahal.

"Untuk kami yang dijamin perusahaan mungkin tidak masalah, tetapi bagaimana yang lain?" kata Graham.

Hal yang sama juga dialami Sendia Berka.

Menurut perempuan asal Jakarta itu, biaya hidup di 'Negeri Singa' memang mahal.

Namun, katanya, hal itu bisa disiasati dengan berhemat.

"Contohnya kalau saya dari apartemen mau ke Bandara Changi naik taksi bisa habis 35 dolar (Rp350.000), mending naik MRT murah cuma 3,6 dolar dan nyaman," ujar perempuan yang bersuami pria asal Michigan, Amerika Serikat, itu ketika dihubungi Jumat lalu.

Bersama suaminya, Jason Weaver, yang bekerja sebagai manajer di perusahaan transport one day delivery service, mereka terpaksa hidup ngirit.

"Asalkan gak makan di restoran tiap hari, gak minum alkohol tiap hari, atau gak party saban minggu, biayanya sama saja dengan di Jakarta," ujar perempuan yang pernah bekerja di salah satu televisi swasta itu.

"Di sini makanan sungguh tidak murah. Makanya saya lebih memilih masak sendiri daripada harus makan di restoran," kata Matt, ekspatriat asal Afrika Selatan, seperti dimuat laman Expatarrivals.com.

Pria yang tinggal seorang diri di Singapura itu sebelumnya pernah bekerja di London selama enam tahun.

Kata dia, biaya hidup di Singapura jauh lebih mahal.

"Kalau seperti saya yang kelas pekerja dengan rata-rata gaji 3.300 dolar ya harus berhemat. Tapi di sini banyak yang membuat betah karena situasinya aman, rapi, dan modern," aku Matt.

Berdasarkan data yang dirilis Economist Intelligence Unit dalam Survei Global 2016 belum lama ini, Singapura memang disebut sebagai kota termahal di dunia.

Predikat itu mereka sandang tiga tahun berturut-turut.

Mahalnya ongkos hidup di Singapura bahkan lebih mahal daripada di New York, Amerika Serikat.

Kendati demikian, bagi Graham dan keluarganya, tinggal di Singapura tetap sangat berkesan.

Ia bisa merasakan bagaimana hidup di antara tiga suku mayoritas (Tiongkok, Melayu, dan India) yang sangat toleran.

Tak hanya itu, dia pun tidak perlu khawatir dengan keamanan keluarganya meski jarang sekali melihat ada polisi di jalanan.

"Dan tentu saja di sini semua orang berbahasa Inggris. Kami mengalami banyak hal positif di sini meski memang biaya hidup sangat mahal," katanya.

Saat ini, dari 5,6 juta jiwa penduduk Singapura, ada sekitar 1,32 juta pekerja asing.

Rata-rata penghasilan mereka berkisar S$12.000 (Rp118 juta) per bulan. (Expatarrivals.com/Bbc.com/ths/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya