Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Teknologi 5G Eropa bakal Melemah

Tesa Oktiana Surbakti
19/2/2019 05:00
Teknologi 5G Eropa bakal Melemah
(AFP)

PERDANA Menteri (PM) Inggris Theresa May sempat menyambangi Tiongkok untuk mencari kesepakatan bisnis sebagai antisipasi dampak keluarnya negara itu dari Uni Eropa (British Exit/Brexit).

Bak gayung bersambut, raksasa teknologi asal Tiongkok, Huawei Technologies Co, menyampaikan komitmen sebesar jutaan dolar untuk membantu Inggris berada di garis terdepan era digital.

Namun, setahun berlalu, Inggris justru berada di antara negara-negara Eropa yang membatasi ruang gerak Huawei. Langkah itu dapat menunda pemanfaatan jaringan seluler generasi kelima (5G) yang diperlukan untuk menghubungkan mobil tanpa pengemudi dan pabrik otomatis.

Menurut para pengamat, Eropa saat ini belum berada di garis depan 5G. Bahkan, sebelum pemerintah Amerika Serikat (AS) mulai mendorong­ sekutu mereka untuk memblokir Huawei.

Kebijakan yang digulirkan Presiden AS Donald Trump lantaran khawatir pemerintah Tiongkok memanfaatkan per­usahaan teknologi seperti Huawei sebagai mata-mata di negara lain.
“Risiko saat ini menempatkan Eropa berada jauh di belakang kurva,” ujar Neil Campling, analis dari Mirabaud Securities, London.

Sebagai informasi, Eropa terbilang unggul dalam memimpin pengembangan teknologi seluler. Namun, Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang berada di garda terdepan untuk meluncurkan teknologi selanjutnya.

Sekalipun berupaya menggencarkan jaringan 5G yang menjanjikan kecepatan unduhan 10 kali lebih tinggi dari 4G, eksekutif telekomunikasi Eropa diperkirakan relatif lamban dalam berinvestiasi. Pasalnya, mereka khawatir investasi tersebut tidak akan menguntungkan untuk jangka panjang.

Mayoritas operator Eropa kurang dalam meraup untung, ditambah regulator telah memblokir merger yang memungkinkan peningkatan beban operator. Pun, spektrum yang dibutuhkan untuk 5G belum sepenuhnya ditetapkan.

Mengakar

Sementara itu, dalam jaringan telekomunikasi Eropa, Huawei cukup mengakar sehingga kebijakan pembatasan bisa berdampak luas. Di ‘Negeri Paman Sam’, sektor industri pada umumnya menghindari Huawei di bawah tekanan pemerintah.

Di lain hal, pemerintah Tiongkok terus mendorong penyebaran teknologi 5G lebih cepat dengan cara mendukung Huawei dan ZTE Corp.

“AS maupun Tiongkok sebenarnya berada di zona yang tepat. Namun, salah satu dari mereka tidak mengizinkan keberadaan Huawei, dan satunya lagi agnostik terhadap itu,” kata Guy Peddy, analis dari Macquarie.

Menurut catatan, Huawei telah menjadi pemasok sepertiga dari kebutuhan sistem telekomunikasi di Eropa selama satu dekade terakhir. Kondisi tersebut tecermin dari penyediaan antena, router, sel kecil, dan jaringan irisan untuk pengembangan yang uji cobanya dilakukan bersama operator.

Perusahaan itu dibantu agen keamanan yang membuka pintu, sekaligus memonitor peralatan mereka. Kini, penerimaan yang cenderung berhati-hati mulai dipertanyakan, apalagi pemerintah menyadari betapa sulitnya menjaga 5G.

Dengan jaringan 4G, data biasa­nya disalurkan melalui inti pusat, sedangkan di 5G, penyaluran data diproses melalui banyak titik dalam pengaturan yang lebih tersebar. Hal itu menyebabkan kesulitan untuk menemukan kelemahan dan peretasan.

Sebagai upaya menghindari larangan­ terhadap Huawei, eksekutif telekomunikasi menyarankan perbaikan perangkat lunak, pemantauan yang lebih ketat, dan tidak memasukkan perlengkapan asal produsen Tiongkok pada bagian sensitif jaringan.

Sejak Inggris menggulirkan persoalan perangkat Huawei Juli lalu, BT Group Plc telah menyoroti kebijakan menjaga perusahaan dari inti nirkabel. Bulan lalu, Vodafone Group Plc menyatakan telah berhenti membeli perlengkapan inti Huawei. (Thestraitstimes/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya