Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
MENJADI guru di sekolah Jerman bukan hanya tentang membaca dan menulis, serta matematika, dan lagu-lagu, melainkan menghadapi segunung dokumen dan tugas administratif.
Itulah yang dirasakan Asisten guru asal Suriah, Hend al-Khabbaz, yang baru bekerja di Sekolah Dasar Sigmund Jaehn di Fuerstenwalde, 60 kilometer (km) dari Berlin.
"Sekolah lebih menyenangkan bagi anak-anak. Namun, ini pekerjaan berat untuk para guru," kata perempuan berusia 35 tahun itu sambil tertawa.
Khabbaz tidak sendiri. Sekolah Sigmund Jaehn saat ini menampung 92 anak pengungsi, termasuk 45 orang Suriah dari total 350 muridnya.
Yasmine, Zaid, dan dua anak bernama Mohamed beraktivitas seperti murid lainnya. Mereka masuk kelas saat bel berbunyi dan mendengarkan dengan saksama pelajaran mereka di ruang yang dihiasi kupu-kupu kertas hijau.
"Apa yang orang ini lakukan?" tanya Khabbaz saat kelas menonton sebuah video.
Mohamed, mengenakan celana olahraga, mengangkat tangannya, dan berkata dengan penuh semangat dalam bahasa barunya, "Dia sedang membuka pintu."
Yasmine yang rambut cokelatnya dikepang kemudian berbisik bertanya dalam bahasa Arab. "Ada kata-kata yang belum mereka pahami atau terkadang guru berbicara terlalu cepat," kata Khabbaz.
Tiga tahun lalu, Khabbaz melarikan diri dari tanah Airnya, Suriah yang dilanda perang. Dia melakukan perjalanan sejauh 3.500 km ke Eropa dengan kapal yang penuh sesak
Setelah perjalanan yang melelahkan, mantan guru bahasa Inggris itu meminta suaka di Jerman pada September 2015 saat puncak arus masuknya pengungsi dan migran.
Melalui kerja kerasnya, dia pun mendapatkan pekerjaan tetap setelah lulus dari Program Pengajar Pengungsi Potsdam University, yang mempersiapkan guru asing untuk memasuki sistem sekolah Jerman.
Khabbaz ialah salah satu lulusan pertama dari 700 pemohon awal pada 2016 yang 85% ialah orang-orang Suriah.
Tercatat dari 700 orang tersebut hanya 26 orang yang lulus pada 2017 dan hanya 12 orang dari jumlah tersebut yang sudah ditempatkan di sekolah-sekolah. Sisanya masih harus mengulang ujian bahasa Jerman.
"Ini ialah orang-orang yang memiliki pendidikan universitas yang baik. Kami ingin memberi mereka kesempatan untuk bisa bekerja lagi di sini," kata Miriam Vock, profesor yang memprakarsai program itu.
Vock mengakui tingkat bahasa Jerman yang sesuai dengan pengajaran menjadi hal yang perlu dipenuhi dengan tujuan untuk mendapatkan pekerjaan di sekolah-sekolah perdesaan yang kekurangan tenaga guru.
Namun, tantangan lebih tinggi akan berlaku jika ingin mendapatkan status istimewa pegawai negeri di Jerman karena syaratnya ialah gelar master dan mengajar dua mata pelajaran.
Kepala sekolah yang dinamai dari kosmonot Jerman Timur pertama di angkasa luar itu, Ines Tesch, mengungkapkan kehadiran Khabbaz menjadi jembatan untuk orangtua asing yang sering sulit menghadapi birokrasi Jerman.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved